Penjualan tas serat agel Kulon Progo meningkat

id tas serat

Penjualan tas serat agel Kulon Progo meningkat

Kerajinan serat alam di Sentra Kerajinan Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DIY. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (ANTARA Jogja) - Penjualan tas produk kerajinan serat agel dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meningkat sejak adanya kebijakan pemerintah kabupaten setempat yang mewajibkan pegawai negeri sipil menggunakan tas lokal dengan merek Prolo.

"Saat ini penjualan tas merek Prolo dengan motif `gebleg renteng` meningkat, meskipun merek ini sedang dalam proses izin dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Sudah banyak PNS yang memesan tas ini," kata Joko, pemilik toko Prima Hasta Sentosa Handycraft yang memasarkan tas itu, di Kulon Progo, Sabtu.

Selain pesanan dari kalangan PNS di Kulon Progo, tas Prolo motif "gebleg renteng" juga banyak dipesan pembeli dari Bali dan Jakarta.

"Kami optimistis, penjualan tas kerajinan agel ini pada 2013 akan terus meningkat. Saat libur Natal dan tahun baru beberapa waktu lalu, pembeli dari Jakarta dan Bandung yang sedang berlibur di Yogyakarta mampir ke toko kami, dan membeli tas ini" kata Joko.

Saudara Joko yang juga sebagai pemilik toko Prima Hasta Sentosa Handycraft, Yani mengatakan permintaan pembeli dari Bali dan Jakarta memang meningkat. Sehingga, untuk sementara permintaan pasar lokal tidak dilayani.

"Kami tidak melayani permintaan pedagang di kawasan Malioboro dan Pasar Beringharjo, Yogyakarta, karena pembayarannya di belakang setelah barang laku terjual," katanya.

Sedangkan untuk permintaan luar negeri, pihaknya belum menemukan eksportir yang bisa percaya.

Ia mengatakan harga tas ini bervariasi, tergantung model dan tingkat kerumitan pembuatannya. "Harganya antara Rp50 ribu sampai Rp150 ribu per tas," katanya. 

Menurut dia, omzet penjualan tas produk kerajinan agel ini mencapai Rp100 juta per bulan.

Untuk mendapatkan serat agel sebagai bahan baku, kata dia diperoleh dari pohon gebang.

Sebelum menjadi tas, lebih dulu melalui beberapa proses, yakni penyerutan, pengeringan, pewarnaan, pemintalan, penganyaman, dan yang terakhir "finishing" sesuai desain pesanan yang diminta pembeli.

Kendala paling berat yang dialami para perajin saat ini, menurut dia adalah minimnya bahan baku.

"Bahan baku berupa serat agel saat ini semakin sulit diperoleh di Kulon Progo. Untuk mendapatkan serat tersebut, kami harus mendatangkan dari Jawa Timur," katanya.

(KR-STR)