Gita Wirjawan: film "Beta Maluku" pasti mendunia

id gita wirjawan: film beta maluku pasti

Gita Wirjawan: film "Beta Maluku" pasti mendunia

Film "Cahaya Dari Timur Beta - Maluku" (Foto kaskus.co.id)

Ambon (Antara Jogja) - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan berkeyakinan film "Cahaya Dari Timur Beta - Maluku" yang akan diluncurkan Juni 2014 tidak hanya hanya laris di Indonesia, tetapi juga bakal mendunia.

"Saya sangat yakin film ini tidak hanya mengangkat identitas masyarakat Maluku atau Indonesia, tetapi akan mendunia karena sarat akan nilai-nilai universal," kata Gita Wirjawan saat menghadiri konferensi pers film tersebut, di Ambon, Kamis.

Gita mengaku tema atau judul filmnya yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko tersebut sangat bagus karena terkait dengan konteks serta kisah nyata yang terjadi di Maluku, khususnya menyangkut kisah mantan pesepakbola nasional Sanny Tawainella yang rela pulang kampung dan membanting tulang mempersatukan anak-anak di desanya menjadi tim sepakbola yang tangguh.

Selain menyangkut perjuangan tim sepakbola asal desa Tulehu, Pulau Ambon Maluku Tengah meraih prestasi gemilang di tanah air, film tersebut juga sarat akan nilai-nilai demokratisasi, persatuan dan persaudaraan yang dibangun paska konflik sosial yang melanda Maluku 1999.

"Tema filmnya yang sarat identitas ini yang membuat saya berani bekerja sama dengan musisi Glenn Fredly sebagai produser untuk mendanai pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku melalui yayasan Ancora Foundation yang saya dirikan," katanya.

Gita menegaskan, eksistensi Indonesia yang berdemokrasi dan menghargai persaudaraan yang telah dibangun 17 tahun lalu bisa berlanjut jika semua orang bisa  menjaga hati dan diri sendiri tentang kemajemukan dan persatuan.

Dia menambahkan dari film dibintangi aktor Chiko Jerikho dan akan diputar di seluruh tanah air serta beberapa negara pada Juni 2014 tersebut, akan menjadi catatan tersendiri bagi anak bangsa Indonesia untuk belajar menghargai kemajemukan dalam persaudaraan sejati.

"Jadi tidak hanya saya, siapa pun yang terlibat atau menonton film ini nantinya akan mendukungnya, karena dari film ini kita bisa belajar dari seorang mantan pemain sepakbola nasional, bagaimana membangun persaudaraan sejati di tengah situasi yang tidak menentu dan mengancam jiwa," katanya.

Film ini pun tambah Gita akan mengajarkan semua warga Indonesia untuk saling menghargai dalam perbedaan. "Jangan ada lagi kelompok minoritas yang tertindas karena kelompom mayoritas," ujarnya.

Gita menambahkan akan mendukung sepenuhnya pembuatan film yang sebagian besar proses pembuatannya berlokasi di Ambon, khususnya di Desa Tulehu yang menjadi tempat lahirnya tim sepakbola Maluku yang pernah menjuarai Kejuaran U-15 tahun 2006.

   
                      Sepakbola persaudaraan
   
Film yang diproduksi Visinema Pictures tersebut mengangkat kisah-kisah inspiratif dari Indonesia Timur, khususnya Maluku.

Film tersebut mengangkat kisah nyata kehidupan Sani Tawainella, mantan pesepak bola asal Desa Tulehu yang sempat mewakili Indonesia pada Piala pelajar Asia tahun 1996 di Brunai Darusalam, tetapi kemudian gagal menjadi pemain profesional setelah sebelumnya juga gagal dalam seleksi PSSI Bareti.

Sani kemudian menikah dan pulang kampung tahun 1999, saat Ambon dan seluruh wilayah Maluku dilanda konflik sosial dan memulai profesi baru sebagai tukang ojek. Sani seperti kebanyakan orang tetap menjalani kehidupannya di tengah situasi yang kian sulit dan serba kekurangan guna menghidupi keluarganya.

Di tengah situasi tidak menetu, Sani memutuskan membentuk latihan sepakbola untuk menghindarkan anak-anak terlibat saat konflik. Dia percaya sepakbola bisa menjadi ingatan bagi anak-anak sebagaimana pengalamannya semasa kecil, selain ingatan mereka akan konflik berlarut-larut dan tidak kunjung usai.

Awalnya Sani dianggap aneh dengan idenya tersebut, bahkan dikucilkan karena dianggap melakukan sesuatu yang sia-sia, tetapi dia tetap bertahan dan membesarkan anak-anak didiknya dengan menanamkan nilai-nilai hidup basudara (bersaudara) dan saling mengasihi, karena anggota tim yang dibentuknya melibatkan anak-anak dua komunitas yang bertikai saat itu.

Di tahun 2006 ide yang dianggap aneh tersebut membuahkan hasil setelah anak asuhannya menjuarai Kejuaran U-15 dengan mengalahkan tim DKI Jakarta di Stadion Jalak Rupat Bandung.

(KR-JA)

Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024