Membiarkan atau menjerat "Obor Rakyat"

id membiarkan atau menjerat

Membiarkan atau menjerat "Obor Rakyat"

"Obor Rakyat" (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Tim hukum Calon Presiden Joko Widodo melaporkan pimpinan redaksi selebaran "Obor Rakyat" ke Mabes Polri, karena isi selebaran itu diduga provokatif.

Tim hukum Capres Joko Widodo (Jokowi) melaporkan selebaran ini ke Mabes Polri, setelah Dewan Pers menyatakan "Obor Rakyat" bukan karya jurnalistik karena tidak memenuhi persyaratan sesuai kaidah pers, serta tidak menaati etika pers. Dewan Pers menilai "Obor Rakyat" adalah selebaran gelap.

"Ini menyangkut negara dan penyebaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata salah satu anggota tim hukum Capres Jokowi, Taufik Basari di Jakarta, Senin.

Taufik menduga selebaran "Obor Rakyat" itu merupakan upaya kampanye hitam terhadap pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014.

Ia mengatakan langkah upaya hukum ini tidak hanya terkait dengan pilpres, tetapi juga karena "Obor Rakyat" dinilai oleh Taufik sebagai upaya menyebar kebencian dalam kehidupan beragama dan bernegara. "Selebaran ini berdampak terhadap situasi keamanan yang tidak kondusif menjelang pilpres," katanya.

Menurut dia laporan tim hukum Jokowi kemungkinan akan menyeret dua orang yang terlibat dalam penulisan pada selebaran "Obor Rakyat" ini.

Sebelumnya, pihak Capres Jokowi telah melaporkan pengelola "Obor Rakyat" ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Juru bicara Tim JKW4P (Jokowi for President) Eva Kusuma Sundari mengatakan pihaknya sudah melaporkan pengelola "Obor Rakyat" ke Bawaslu, karena memberitakan hal-hal yang bersifat kampanye hitam terhadap Capres Jokowi.

"Kami sudah laporkan pengelola `Obor Rakyat` ke Bawaslu, kami lampirkan empat edisi sebagai bukti bahwa kampanye hitam itu fakta nyata," katanya di Surabaya.

Menurut anggota Komisi III DPR RI itu, "Obor Rakyat" sudah beredar di sejumlah pondok pesantren dan masjid di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh karena itu, Tim JKW4P meminta Bawaslu melakukan pengawasan.

Sementara itu, tim hukum pasangan Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan berharap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak ragu-ragu untuk menyelidiki dugaan tindak pidana dalam kasus `Obor Rakyat` yang berisi fitnah terhadap capres Jokowi, dan disebarkan ke pondok pesantren serta masjid di wilayah Pulau Jawa.

Ia mendorong Polri untuk serius dalam membongkar sindikat di balik beredarnya tabloid itu. "Apalagi penerbitannya khusus diarahkan ke kantung suara yang memang diprediksikan akan dimenangkan Jokowi-JK, yakni di Pulau Jawa," katanya.

"Obor Rakyat" edisi I menuding Jokowi dengan isu SARA, dan tudingan korupsi yang dilakukan Jokowi. Kemudian berita utama yang diangkat pada edisi II adalah "1.001 Topeng Pencitraan".

"Obor Rakyat" yang dicetak dan disebarluaskan secara gratis ini, dikirim melalui jasa Kantor Pos Pusat di Bandung, dan diedarkan ke sejumlah pondok pesantren, masjid, dan surau, serta kalangan tokoh masyarakat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla mendesak kepolisian segera menangkap penyebar fitnah yang tidak bertanggung jawab seperti yang dilakukan "Obor Rakyat".

"Polisi harus tangkap pelakunya, ini berbahaya bagi bangsa. Nanti orang terlalu mudah memfitnah," katanya di Gorontalo.

Jusuf Kalla mengingatkan jika hal ini dibiarkan, akan merusak bangsa dan demokrasi, karena bisa menghalalkan segala cara.



                              Bukan Produk Pers

Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan selebaran berupa tabloid tersebut bukan produk pers, sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini, pers mempunyai kewajiban untuk memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai mana yang produk jurnalistik, dan mana yang bukan.

Bagir Manan yang mantan Ketua Mahkamah Agung itu juga mengatakan semua hal terkait pemberitaan media saat ini perlu dimaklumi, mengingat pemilu yang berlangsung lima tahun sekali.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik Heri Budiarto mengatakan penerbitan "Obor Rakyat" bisa menguntungkan kedua capres, baik Prabowo maupun Jokowi.

Menurut dia dalam konteks isinya yang menyerang dan mendiskreditkan Jokowi, maka kubu Prabowo bisa diuntungkan. Sedangkan dalam konteks psikologi massa, pesan-pesan dalam "Obor Rakyat" yang menyerang Jokowi dapat memposisikan Jokowi sebagai orang terzalimi, sehingga mengundang simpati publik.

"Apalagi kalau ini diteruskan dengan kontinuitas pesan yang menyerang Jokowi, serta tidak ada upaya dari kubu Jokowi-JK melaporkannya, maka bisa jadi tercipta psikologi massa tersebut," kata Heri Budiarto.



                             Hak Jawab

Sementara itu, Pemimpin Redaksi "Obor Rakyat" Setiyardi Budiono mengatakan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi segala pemberitaan yang diangkat "Obor Rakyat" jika dianggap tidak benar.

"Megawati bisa klarifikasi ke saya jika apa yang kami tulis dalam judul `Jokowi Capres Boneka`, tidak benar," kata Setiyardi dalam diskusi Sindo Trijaya di Cikini, Jakarta, Sabtu.

Setiyardi yang mengaku bekerja sebagai salah satu asisten Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, dan Komisaris di perusahaan BUMN, PTPN VIII itu mengatakan penerbitan "Obor Rakyat" sama sekali tidak terkait institusinya.

Dia juga menegaskan tidak memiliki kepentingan memihak salah satu pasangan capres-cawapres tertentu, dan menyatakan tabloidnya ini merupakan produk jurnalistik yang menurutnya sebagai karya kebebasan berekspresi kalangan pers di era reformasi saat ini.

Setiyardi mempersilakan apabila Dewan Pers menyebut "Obor Rakyat" haram secara jurnalistik, dan dirinya siap jika dilaporkan ke penegak hukum.

Ia menjelaskan motivasinya menerbitkan "Obor Rakyat", karena dirinya dan redaksi melihat ada sebanyak 70 persen warga Indonesia yang akses informasi melalui internet-nya kurang baik.

Oleh karena itu, dia mengaku mencoba mengangkat hal-hal yang berkembang di media sosial tentang Jokowi, kemudian menyampaikannya melalui "Obor Rakyat" yang menurut Setiyardi dicetak 100.000 eksemplar setiap edisi, dengan biaya menggunakan sebagian besar uang pribadi.

Terkait pendistribusiannya yang banyak ke pondok pesantren, dia berdalih karena pondok pesantren kurang memiliki akses internet.

Sedangkan mengapa memilih mengupas hanya tentang Jokowi, Setiyardi beralasan bahwa pada edisi pertama "Obor Rakyat", bulan Mei, saat itu baru Jokowi yang mendeklarasikan diri sebagai capres.

Selain itu, sebagai pemilik KTP DKI Jakarta, Setiyardi memiliki kepentingan untuk mengkritisi langkah Jokowi meninggalkan Jakarta dengan mencalonkan diri sebagai capres.

"Dulu Pak Jokowi dalam kampanyenya sebagai calon Gubernur DKI Jakarta mengatakan berjanji akan menyelesaikan tugasnya. Jadi apa yang tertulis dalam tabloid ini bukan fitnah. Kalau soal judulnya yaitu `Capres Boneka`, itu kesimpulan redaksi dari berbagai informasi yang berkembang di media sosial," kata Setiyardi.

Ketika ditanya apakah dirinya akan mengkritisi pula pasangan capres-cawapres lainnya, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Setiyardi menjawab akan melakukannya apabila masih memiliki kemampuan finansial untuk membiayai penerbitan.

Setiyardi kemudian dicecar wartawan mengenai alamat redaksi dan anggota redaksi yang dituliskan dengan nama samaran. Menurut dia, itu dilakukan karena dirinya kesulitan mencari tempat yang bisa dijadikan kantor redaksi.

Dia juga mengatakan bahwa di "Obor Rakyat" hanya ada dirinya sebagai pemred merangkap wartawan, dan asistennya yakni Darmawan yang saat ini bekerja di salah satu media "online" atau daring (dalam jaringan).

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024