Jakarta (Antara Jogja) - Bank Indonesia mewaspadai dampak dari penurunan harga saham di bursa Tiongkok terhadap Indonesia karena negara tersebut merupakan negara pendorong pertumbuhan ekonomi dunia dan merupakan salah satu mitra utama perdagangan Indonesia.
"Kita harus antisipasi karena Tiongkok jadi pusat pertumbuhan ekonomi regional dan dunia. Kalau koreksinya tajam itu bisa ada dampak dan harus diantisipasi karena ada risiko interconnected antara negara," kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu malam.
Agus mengatakan, pertumbuhan pasar modal di Tiongkok sangat mengagumkan dan bisa dikatakan tumbuhnya sudah sangat tinggi sehingga apabila tergerus sampai 30 persen sejak 12 Juni 2015 lalu, jika dibandingkan pertumbuhan selama setahun terakhir, relatif akan masih tinggi.
Namun, lanjut Agus, yang perlu diperhatikan hal tersebut akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Tiongkok itu sendiri karena akan berpengaruh besar terhadap Indonesia dan dunia seperti yang ditunjukkan dengan melemahnya harga komoditas dunia karena menurunnya permintaan dari Tiongkok.
"Kalau sekarang terjadi koreksi bahkan bila ada kebijakan menahan harga saham dibeli dan di-hold (ditahan) setahun ternyata tetap koreksi, kita waspadai ini. Ekonomi Tiongkok sangat dekat dengan ekonomi Indonesia, kita mesti waspadai kalau ada perlambatan ekonomi Tiongkok," ujar Agus.
Agus sendiri masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik pada semester dua mendatang, namun kondisi ekonomi yang terjadi di Tiongkok perlu diperhatikan agar lebih berhati-hati.
"Studi kita kalau pertumbuhan ekonomi Tiongkok sampai tergerus 1 persen, dampak ke pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 0,4-0,6 persen. Jadi kita betul-betul harus perhatikan," kata Agus.
Sebelumnya, harga-harga saham di Tiongkok terus anjlok pada Rabu (8/7) lalu. Indeks Shanghai Composite turun hampir 7 persen dan indeks Shenzhen Composite turun 4 persen. Hal itu merupakan lanjutan penurunan yang telah melenyapkan 30 persen nilai pasar sejak pertengahan Juni.
Untuk melindungi diri dari penjualan besar-besaran, ratusan lagi perusahaan China telah mengajukan penghentian jual beli sahamnya. Secara keseluruhan, lebih dari 1.300 perusahaan di China daratan, atau sedikitnya 40 persen dari pasar, telah menghentikan jual beli saham.
C005
Berita Lainnya
Rupiah berpeluang ke level Rp16.000
Minggu, 28 April 2024 14:11 Wib
BTN usulkan skema dana abadi pembiayaan program 3 juta rumah Prabowo-Gibran
Jumat, 26 April 2024 5:48 Wib
BI-Rate naik 25 basis poin menjadi 6,25 persen
Rabu, 24 April 2024 15:51 Wib
Dampak konflik geopolitik, BI perlu pertahankan bunga
Rabu, 24 April 2024 5:56 Wib
Bank BPD DIY salurkan CSR untuk pengembangan wisata Sendang Sombomerti
Selasa, 23 April 2024 11:40 Wib
Bisnis emas di Indonesia naik 27,2 persen
Minggu, 21 April 2024 1:05 Wib
Utang luar negeri RI terkendali
Jumat, 19 April 2024 15:49 Wib
BI diprediksi memangkas BI-Rate hingga 50 bps
Kamis, 18 April 2024 19:10 Wib