Yogyakarta (Antara Jogja) - Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) Yogyakarta sebagai penghasil tenaga ahli nuklir ditargetkan menjadi Politeknik Nuklir Indonesia pada 2019.
"Dengan menjadi politeknik maka pengajarannya menitikberatkan pada keahlian lulusan siap kerja," kata Ketua STTN Edy Giri Rachman Putra di kampus STTN Yogyakarta, Rabu (27/9).
Usai wisuda lulusan STTN, Edy mengatakan dalam kurun waktu itu STTN akan membangun laboratorium Iradiator Gama untuk praktikum peningkatan Distributed Control System (DCS).
"Kami juga akan membuka dua program studi baru yakni Program Studi Manajemen Nuklir dan Program Studi Medis Tenaga Nuklir," kata dia.
Ia mengemukakan pada tahun ini STTN mewisuda sebanyak 96 lulusan dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST).
"Sebanyak 96 lulusan itu terdiri atas 34 lulusan Program Studi Teknokimia Nuklir, 28 Program Studi Elektronika Instrumentasi, dan 34 Program Studi Elektro Mekanika," kata Edy.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan tenaga ahli nuklir di Indonesia akan semakin dibutuhkan oleh dunia industri.
"Industri yang memanfaatkan tenaga ahli nuklir di antaranya industri yang bergerak dalam bidang pertambangan dan perminyakan," katanya.
Oleh karena itu, menurut Djarot, peluang lulusan STTN untuk diterima bekerja di industri tersebut terbuka lebar karena keahlian mereka sangat dibutuhkan di lapangan.
Deputi Perizinan dan Inspeksi (PI) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Khoirul Huda mengatakan industri nuklir di Indonesia ke depan akan berkembang pesat.
"Perusahaan yang ingin memanfaatkan tenaga nuklir harus melibatkan Bapeten dalam pengawasan peralatan maupun sumber daya manusianya," kata Khoirul.
(B015)