Rumah Khusus penolak Bandara Kulon Progo ditolak Kementerian PUPR

id bandara

Rumah Khusus penolak Bandara Kulon Progo ditolak Kementerian PUPR

Petugas membongkar bangunan di area yang akan digunakan untuk Bandara Internasional Kulonprogo di Temon, Kulonprogo ( ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/kye/17)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Program rumah khusus bagi mantan anggota penolak bandara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, ditolak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat karena status tanah yang akan ditempati di Kaligintung belum jelas statusnya.

"Rencana rumah khusus yang berdiri di magersari di Kaligintung tersebut belum mengantungi surat izin penggunaan Paku Alam Ground dari Pura Pakualaman. Sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat belum akan merespons kalau status tanahnya belum jelas," kata Asisten II Sekretariat Daerah Kulon Progo Sukoco di Kulon Progo, Jumat.

Ia mengatakan pihaknya mengusulkan pembangunan rumah khusus bagi mantan penolak bandara ke KemenPUPR sebenyaka 50 unit, dan tambahan bagi 37 unit bagi warga yang masih bertahan di kawasan IPL bandara.

"Kami masih mengusahakan supaya rumah khusus bagi warga terdampak bandara tetap dibangun tahun ini," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPU PKP) Kulon Progo Suparno mengatakan berdasar informasi dari Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, diketahui program rusus tidak masuk dalam musyawarah rencana program kementerian terkait pada 2018. Sehingga diartikan, program rusus belum dapat dipastikan terlaksana pada tahun ini.

Satker KemenPUPR selanjutnya meminta kepada Pemkab Kulon Progo mengajukan kembali permohonan atas program tersebut ke kementerian dan ditembuskan langsung kepada Sekretariat Wakil Presiden.

Sebelumnya, pengajuan permohonan sesuai Permen 20/prt/m/2017 tentang Penyediaan Rumah Khusus (Rusus). Di dalamnya sudah diatur, pengajuan rusus bisa dilakukan bagi warga yang harus meninggalkan tempat asalnya karena terkena dampak pembangunan pusat atau daerah. Pengajuan juga bisa dilakukan kepada warga yang harus pindah karena terdampak bencana alam.

"Saat ini, kami masih mencari formula pengusulan rusus, karena diperlukan alasan khusus. Ada yang membuat kami heran, kenapa alasan yang kami masukan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) tidak masuk," katanya.

Suparno mengatakan saat ini, pemkab memang baru berada dalam tahap menyediakan lahan. Dan lahan yang dimaksudkan sebagai lokasi pembangunan rusus hingga kini masih butuh pematangan lahan, misalnya pembersihkan lahan. Sehingga, DPUPKP memilih untuk mengusulkan anggaran biaya land clearing sebesar Rp200 juta dalam anggaran biaya tambahan APBD 2018.

"Biaya yang dibutuhkan bukan hanya untuk landclearing atau cut and fill (gali dan uruk), tapi pembuatan talut juga. Total kami mengajukan kebutuhan sekitar Rp800 juta sampai Rp1 miliar," katanya.