Realisasi produksi kopi di Kulon Progo capai 437,14 ton biji kering

id kopi,kedai kopi,kulon progo

Realisasi produksi kopi di Kulon Progo capai 437,14 ton biji kering

Ilustrasi: Kopi Suroloyo Win, pemilik kedai Kopi Suroloyo sedang mecarik kopi di kawasan puncak suroloyo, Kulon Progo, Kamis (14/9). (Foto ANTARA/Isroviana/ags/17)

Kulon Progo (ANTARA) - Realisasi produksi kopi jenis robusta dan arabika di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencapai 437,14 ton biji kopi kering pada Januari sampai Oktober yang dihasikan oleh Kecamatan Girimulyo dan Samigaluh.

Kasi Produksi Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Cahyadi Jono di Kulon Progo, Kamis, mengatakan produksi kopi tahun ini sangat bagus dibandingkan pada 2018 yang hanya mencapai 435 ton biji kering.

"Kenaikan poduksi kopi menang tidak signifikan, karena kondisi tanaman yang perlu dilakukan peremajaan dan perawatan yang intensif," kata Cahyadi.

Ia mengakui kopi hasil perkebunan di Kulon Progo sangat diminati pecinta kopi, karena memiliki cita rasa yang khas. Setiap desa penghasil kopi di Kecamatan Samigaluh dan Girimulyo memiliki ciri khas masing-masing.

"Tanaman perkebunan di Kulon Progo sangat heterogen, tidak satu jenis. Cita rasa kopi juga sesuai dengan kondisi tanaman di sekitar tanaman kopi," katanya.

Cahyadi mengakui saat ini di kawasan Bukit Menoreh banyak tumbuh kedai-kedai kopi, khususnya di Kecamatan Samigaluh dan Girimulyo.  Hal ini tidak terlepas dari pengembangan kawasan agrowisata dan agrobisnis di kawasan itu.

Ia mencontohkan Kopi Suroloyo di Puncak Suroloyo, Kopi Madigondo, Kopi ID di Purwosari. Hal itu berdampak pada pendapatan petani.

"Kami berkomitmen memberdayakan petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," katanya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Aris Nugraha mengatakan pihaknya secara bertahap mengembangkan kawasan agrowisata dan agrobisnis dalam rangka mempercepat program Bedah Menoreh untuk sektor perkebunan dan pertanian.

Ia mengatakan beroperasinya Bandara Internasional Yogyakarta dan pengembangan Kawasan Strategis Pembangunan Nasional Borobudur, harus membuat semua sektor berbenah dan berinovasi membuat program pemberdayaan.

"Kami yang membidangi pertanian dan pangan harus terdepan dalam menumbuhkan usaha masyarakat sesuai potensi lokal. Tujuannya, masyarakat tidak menjadi penonton dengan adanya mega proyek nasional di DIY dan Jawa Tengah," katanya.