Bantul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bersama Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) DIY melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang dukungan Program Merdeka Belajar serta pemenuhan dan perlindungan hak Anak.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih dalam keterangannya di sela penandatanganan MoU tersebut di Bantul, Selasa, mengatakan MoU tersebut merupakan langkah strategis guna menguatkan Program Merdeka Belajar dan pemenuhan perlindungan hak anak di Bantul.
"Hal-hal inilah yang hari ini sedang kami seriusi untuk ditingkatkan, karena Bantul hari ini telah mencapai derajat Kabupaten Layak Anak (KLA) Kategori Utama dan tinggal selangkah lagi menuju KLA Paripurna, yang itu perlu penyempurnaan banyak hal," katanya.
Bupati Bantul mengatakan di dalam bidang pendidikan tidak hanya berfokus pada urusan akademik dan non-akademik. Namun pembentukan karakter juga menjadi hal yang memerlukan perhatian lebih.
Menurut dia, beberapa cara yang terus dilakukan adalah dengan meningkatkan peran orang tua siswa atau yang dalam prakteknya orang tua siswa tersebut sering diundang ke sekolah anaknya, tempat mengenyam bangku pendidikan.
"Orang tua harus terlibat aktif mendidik putra-putrinya. Di sekolah kita mulai menekankan kepada guru BP (Bimbingan Penyuluhan) untuk melakukan pemantauan terhadap anak-anak yang memiliki perilaku khusus, misalnya yang mengarah pada perilaku'bullying maupun tawuran," katanya.
Sedangkan terkait dengan anugerah utama yang diberikan kepada Kabupaten Bantul terkait Merdeka Belajar, Bupati Bantul mengatakan itu merupakan anugerah yang harus disyukuri, sekaligus amanah yang harus dijalankan dengan baik.
Sementara itu Kepala BPMP DIY Bambang Hadi Waluyo mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang harus ditangani guna mencapai mutu pendidikan yang baik, mulai dari aksesibilitas penyandang difabel terhadap layanan pendidikan hingga perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
"Akses pendidikan terhadap anak-anak penyandang disabilitas itu masih minim. Anak difabel usia 5 sampai 19 tahun mencapai dua jutaan, namun yang ditangani baru sekitar dua ratus ribuan, itupun melalui optimalisasi dengan sekolah-sekolah reguler inklusi dan SLB," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, layanan pendidikan terhadap disabiltas perlu terus dioptimalkan, karena pendidikan yang bermutu adalah hak setiap warga negara. Penanganan perundungan di satuan pendidikan juga harus menjadi perhatian.