Yogyakarta (ANTARA) - Dunia Endang Siti Lestari seolah berbalik ketika suaminya didiagnosis menderita jantung koroner pada tahun 2007.
Tekanan darah tinggi yang semakin memperburuk kondisi sang suami, membuat Endang harus bolak-balik ke rumah sakit demi mendapatkan perawatan intensif.
Usaha dan doa memupuk keyakinan
Endang bahwa sang suami dapat bertahan dan berangsur pulih.
"Saat itu belum ada asuransi semacam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti saat ini. Semua aset yang kami miliki terjual tak bersisa. Mulai dari rumah, mobil, perhiasan, dan masih banyak lagi. Semua terkuras habis untuk biaya pengobatan suami saya. Biaya pemeriksaan, ICU, sampai obat-obatan saja bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah," ujar Endang mengawali kisahnya, Jumat (7/2).
Namun, ibu dua anak ini terpaksa harus menghentikan asa.
Setelah dua tahun berjuang mati-matian, sang suami dipanggil Sang Pencipta sehingga membuat dirinya kala itu berada pada titik terendah.
Bagi Endang, kedua buah hatinya seolah menjadi penuntun langkah dan bergegas bangkit dan menata kembali hati maupun hidupnya.
Ia pun mulai bekerja pada salah satu toko kain di wilayah Kota Yogyakarta demi menghidupi keluarganya.
"Saya berjuang sendiri. Saya mulai semuanya dari nol. Keberanian adalah salah satu kuncinya. Saya yakin karena masih ada Tuhan. Ternyata keyakinan itu membangkitkan semangat saya. Saya berhasil membiayai pendidikan anak-anak sampai jenjang perguruan tinggi. Meskipun saat itu, anak-anak memaksa untuk membantu saya bekerja, tetapi tidak saya izinkan," ujarnya.
Di tengah masa bangkitnya, kehadiran Program JKN membawa asa baru sebagai pelindung kesehatan Endang dan kedua anaknya.
Berkaca pada riwayat kesehatan sang suami dan kedua orang tuanya, ia menyadari bahwa risiko hipertensinya cukup tinggi.
Ia lantas rutin mengunjungi fasilitas
kesehatan untuk memantau kondisi kesehatannya.
"Pada tahun 2014, anak sulung saya menyarankan untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Menurutnya, Program JKN berperan penting dalam melindungi kami dari beban finansial. Terutama pada saat salah satu di antara kami dalam kondisi tidak sehat. Kami tidak lagi khawatir kehabisan uang saat sakit. Jika tidak terpakai, kami bersyukur dapat membantu sesama," tutur Endang.
Lebih dari satu dekade, Program JKN telah menemani Endang dan keluarganya melalui berbagai tantangan. Ia merasa lebih tenang saat salah satu anaknya harus menjalani rawat inap akibat demam tifoid.
Program ini juga memungkinkannya untuk lebih fokus bekerja, tanpa dibebani kekhawatiran akan biaya kesehatan.
"Saya juga terdaftar sebagai peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) pada salah satu klinik di Kota Yogyakarta. Saya rutin kontrol hipertensi dan asam urat, baik dalam kondisi normal maupun tidak normal. Namun, kemarin hasilnya sempat tinggi, kemudian dirujuk ke rumah sakit," terangnya.
Endang semakin merasakan manfaat JKN setelah dikenalkan dengan Aplikasi Mobile JKN oleh putri bungsunya. Fitur antrean online menjadi salah satu kemudahan yang sangat membantunya mengelola waktu di tengah kesibukannya.
Pasalnya, ia bisa mendapatkan nomor antrean dari manapun dan kapanpun cukup melalui gawainya.
Ia mengaku telah menggunakan fitur antrean online sejak bulan lalu karena lebih mudah dan praktis. Menurutnya, dengan sekali tekan, nomor antrean langsung keluar. Biasanya, laboratorium mulai beroperasi pukul 10.00 WIB, sehingga ia datang setengah jam sebelumnya.
"Saya bisa melakukan banyak hal. Mulai dari sarapan, belanja apapun yang dibutuhkan di pasar, memasak bekal anak, dan lain-lain. Sesampainya di rumah sakit, baru duduk sebentar sudah langsung dipanggil. Benar-benar membantu," ucap Endang.