BEM Nusantara Jateng gelar FGD bahas ancaman kewenangan absolut dalam RUU KUHAP

id BEM, Nusantara,FGD, KUHP, pasal, RUU,kewenangan

BEM Nusantara Jateng gelar FGD bahas ancaman kewenangan absolut dalam RUU KUHAP

Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Tengah yang tergabung dalam BEM Nusantara berkumpul di Aula Utama Universitas Boyolali, Rabu (26/2). ANTARA/Ist

Yogyakarta (ANTARA) - Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Tengah yang tergabung dalam BEM Nusantara berkumpul di Aula Utama Universitas Boyolali membahas potensi bahaya dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Tumpang Tindih Kewenangan dan Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP", mahasiswa menyoroti potensi kewenangan absolut dalam aturan baru tersebut yang berlangsung, Rabu (26/02).

Koordinator BEM Nusantara Jawa Tengah Shofiyul Amin menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam mengawal pembahasan RUU KUHAP agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang bisa berujung pada ketidakadilan dalam penegakan hukum.

Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ananda Megha Wiedar Saputri, S.H., M.H., yang mewakili Rektor Universitas Boyolali, M. Yufidz Anwar Ibrahim, S.H., M.H., dosen dan pakar hukum pidana dari UIN Raden Mas Said, serta Teguh Kayen, M.H., seorang praktisi hukum dan pengacara.

Dalam diskusi, M. Yufidz Anwar menyoroti Asas Dominis Litis yang memberikan kewenangan kepada jaksa dalam menentukan perkara, namun ia mengingatkan bahwa pemaknaan yang terlalu luas dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.

"Pemaknaan terhadap asas ini berpotensi pada hal praksis yang lebih luas seperti diperbolehkan rangkap jabatan layaknya Dwi Fungsi ABRI dahulu, sampai pada penggunaan senjata api oleh kejaksaan yang tidak memiliki urgensi jelas," katanya.

Selain itu, ia menyoroti Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP yang berpotensi menciptakan kewenangan absolut dan sentralistik dalam proses hukum, menghilangkan mekanisme check and balance, dan menimbulkan dualisme kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan.

Pendapat serupa disampaikan oleh Teguh Kayen yang menyoroti bahwa dalam penegakan hukum, wilayah penyelidikan dan penyidikan seharusnya tetap menjadi otoritas utama kepolisian. Jika fungsi tersebut diambil alih oleh jaksa, conflict of interest akan sulit dihindari.

"Maka jika fungsi hukum secara materiil terutama dalam proses penyelidikan dan penyidikan tidak sepenuhnya dimiliki oleh Kepolisian, maka berbahaya untuk kepastian penegakan hukum," katanya.