Fenomenologi munculkan perencana berkarakter

id fenomenologi

Fenomenologi munculkan perencana berkarakter

UGM

Pendekatan perencanaan kota yang digunakan selama ini telah kedaluwarsa"
Jogja (ANTARA Jogja) - Fenomenologi dapat memunculkan perencana yang berkarakter dan percaya diri dalam membangun kota yang direncanakan, kata pakar arsitektur dan perencanaan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sudaryono.

"Fenomenologi adalah salah satu pendekatan dalam perencanaan kota yang dapat membuka jalan, sekaligus mengantar perencana kota menjadi perencana berkarakter," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) berjudul "Fenomenologi sebagai Epistimologi Baru dalam Perencanaan Kota dan Permukiman", pendekatan itu menekankan cara kerja reduksi transedental.

"Para perencana kota diajak terlibat dan berjumpa langsung dengan objek untuk menyingkap ruang perkotaan untuk menemukan hakikat terdalam yang menjadi roh dari kota," katanya.

Ia mengatakan melalui cara kerja seperti itu para perencana kota diantar menjadi perencana berkarakter dan percaya diri dalam memperkuat bahkan membangun karakter kota yang direncanakan.

"Pendekatan perencanaan kota yang digunakan selama ini telah kedaluwarsa sehingga masih terjadi kesenjangan. Selama ini masih terdapat kesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaan, antara pikiran dan realitas empiris serta antara teks dan konteks," katanya.

Menurut dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM itu, ada jurang lebar antara pengetahuan perencanaan yang "diperoleh" dan pengetahuan perencanaan yang "dihasilkan" dan "digunakan".

"Masih digunakannya perencanaan kota yang telah kedaluwarsa menjadikan hilangnya objek ontologis perencanaan kota, yaitu kota itu sendiri," kata pria kelahiran Yogyakarta, 31 Januari 1956 itu.

Ia mengatakan, dalam konteks tersebut perencanaan tidak lagi mengambil objek kota karena kota telah diabaikan dan ditinggalkan.

Perencanaan itu, menurut dia, telah sibuk dengan objek barunya yang berupa proses perencanaan, pembuatan kebijakan, dan pembuatan keputusan yang secara prosedural adalah benar, tetapi kosong secara substantif.

"Hal itu menyebabkan premis perspektif perencanaan kota menjadi asing dengan kenyataan empiris yang ditujunya. Perencanaan hanya sekadar teks tanpa konteks," kata Sudaryono.(B015)