Bantul (Antara Jogja) - Pengadilan Negeri Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menempuh diversi atau upaya proses damai antara pelaku dengan korban dalam kasus penyekapan siswi di indekos daerah Saman, Desa Bangunharjo pada Februari 2015.
"Agenda hari ini (Kamis 30/4) pertama adalah dilaksanakan diversi dulu, karena salah satu pasal yang didakwakan ada ancaman di bawah tujuh tahun," kata Humas PN Bantul Subandriyo disela proses diversi kasus tersebut di Bantul, Kamis.
Menurut dia, upaya diversi ditempuh karena pelaku yang berkasnya telah dilimpahkan ke lembaga negara masih anak-anak yakni Rs (16), upaya diversi ini juga untuk menenukan apakah kasus ini akan disepakati damai atau berlanjut ke proses peradilan.
Ia mengatakan, upaya diversi dalam kasus yang sama juga pernah ditempuh dengan terdakwa sebelumnya Nk (16), meski saat itu tidak ada kesepakatan damai antara kedua pihak (pelaku maupun korban) sehingga dilanjutkan dalam proses persidangan.
"Diversi ini dilaksakan seperti saat pelaku anak yang terdahulu (Nk) yang pernah disidangkan, sehingga kalau misalnya diversi gagal maka dilanjutkan dengan persidangan," kata Supandriyo.
Namun demikian, kata dia, kalau upaya diversi berhasil mencapai kesepatan dan kedua pihak menempuh jalan damai maka proses persidangan seperti yang dilaksanakan pada terdakwa sebelumnya tidak dilaksanakan.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Bantul Agus Subagya, mengatakan, pihaknya mendakwa terdakwa kasus penyekapan siswi yang melibatkan sembilan pelaku tersebut dengan dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pasal-pasal yang kami gunakan untuk (dakwaan) Rs, juga sama dengan terdakwa sebelumnya (Nk), yakni pasal 333 dan 351 dan atau pasal 333 dan pasal 170 karena ini bersifat alternatif," katanya.
Dalam persidangan yang lalu, Jaksa penuntut umum (JPU), menjerat Nk, dengan dua pasal, yaitu, Pasal 351 Ayat 1 junto Pasal 55 Ayat 1 dengan hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara serta Pasal 333 Ayat 1 junto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan hukuman delapan tahun penjara.
Menurut dia, ancaman hukuman yang diberikan kepada Rs nantinya tetap sesuai dengan ketentuan pasal-pasal yang digunakan, yaitu maksimal delapan tahun penjara, namun demikian, karena masih di bawah umur, Rs hanya dapat menerima hukuman maksimal separo dari ancaman.
"Hanya empat tahun penjara separuh dari total ancaman, ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak," katanya.
KR-HRI
Berita Lainnya
Kemenangan Prabowo-Gibran, kemenangan rakyat Indonesia
Senin, 22 April 2024 17:52 Wib
Presiden Jokowi hormati putusan MK soal PHPU Pilpres 2024
Senin, 22 April 2024 17:03 Wib
MK: Dalil soal Jokowi mendukung pencalonan Gibran tidak cukup kuat
Senin, 22 April 2024 14:22 Wib
MK bacakan putusan, Prabowo bekerja seperti biasa di Kemhan
Senin, 22 April 2024 14:14 Wib
Prabowo-Gibran tak datangi sidang putusan PHPU Pilpres 2024 di MK
Senin, 22 April 2024 9:15 Wib
Anies-Muhaimin: Hakim MK berani putuskan terbaik
Senin, 22 April 2024 9:09 Wib
Tim Prabowo-Gibran: MK diharapkan tolak gugatan PHPU Pilpres 2024
Senin, 22 April 2024 9:06 Wib
Hakim MK didoakan Anies-Nuhaimin sebelum membacakan putusan sengketa Pilpres 2024
Senin, 22 April 2024 9:04 Wib