Pukat dorong KPU-Bawaslu bentuk tim deteksi korupsi

id pukat ugm

Pukat dorong KPU-Bawaslu bentuk tim deteksi korupsi

Pusat Kajian Anti Korupsi FH UGM (Foto Antara)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada mendorong Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu membentuk tim deteksi dini untuk mencegah praktik korupsi yang melibatkan komisioner lembaga itu di tingkat pusat maupun daerah.

"KPU maupun Bawaslu perlu mengembangkan model pengawasan terhadap seluruh aparatur di bawahnya dengan membentuk tim deteksi dini korupsi," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril, di Yogyakarta, Senin.

Menurut Oce, kasus gratifikasi terhadap komisioner KPU dan Ketua Panwaslu Garut dapat menjadi dorongan bagi dua lembaga itu untuk segera membentuk tim deteksi dini pencegahan korupsi yang mengawasi seluruh anggota atau komisioner hingga di level kabupaten.

"Saya kira ini tidak bisa mengandalkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena DKPP lebih menangani aspek etik saja," kata dia.

Sistem deteksi dini pencegahan korupsi pada KPU maupun Bawaslu, menurut Oce, dapat diperkuat dengan menyediakan "whistleblowing System" atau sarana pengaduan atau pelaporan masyarakat atau komisioner lain yang mengetahui indikasi korupsi di tubuh dua lembaga itu.

"Sehingga tim deteksi bisa mengambil tindakan sebelum praktik korupsi atau penangkapan oleh kepolisian terjadi," kata dia.

Tim deteksi dini pencegahan korupsi KPU dan Bawaslu, kata dia, bisa dibentuk mulai di tingkat pusat hingga kabupaten/kota dengan SDM yang berasal dari internal atau eksternal lembaga itu.

Tim itu, menurut dia, perlu dibentuk mengingat KPU dan Bawaslu merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang rentan terhadap gratifikasi atau suap.

Pasalnya, katanya, beragam keputusan strategis pemilu yang ada di tangan lembaga itu menjadi harapan dan incaran para kontestan pemilu.

Meski untuk periode KPU tahun ini kasus gratifikasi baru kali pertama terjadi di Garut, menurut dia, tanpa segera dilakukan sejumlah pembenahan serta upaya pencegahan kasus serupa memiliki potensi muncul di daerah lainnya mengingat besarnya kewenangan lembaga itu.

"Walaupun bukan PNS, tetapi begitu didaulat menjadi anggota penyelenggara pemilu, saat itu juga mereka menjadi penyelenggara negara yang dilarang menerima gratifikasi atau suap," kata dia. 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024