Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti menyatakan pihaknya siap memfasilitasi penyelesaian pro dan kontra kasus metode cuci otak yang diterapkan dokter Terawan Agus Putranto.
"Dalam waktu dekat ini kami siap memfasilitasi. Kami akan dengan senang hati untuk bisa menyelesaikan," kata Ali Ghufron saat ditemui di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Jumat.
Meski demikian, menurut dia, Kemenristek Dikti masih menunggu inisitif dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), atau dokter Terawan.
Hingga saat ini, menurut dia, belum ada pihak yang mengajukan untuk difasilitasi. "Ya tentu kalau (kami) diminta entah dari MKEK, IDI, atau dokter Terawan," kata dia.
Ghufron mengatakan komite bersama Kemenristek Dikti bersama Kementerian Kesehatan siap memfasiliasi penyelesaian persoalan itu secara ilmiah dan komprehensif. "Secara ilmiah, secara `evidence base`, dan secara komprehensif pendekatannya dengan `systematic review` kami siap memfasilitasi itu," kata dia.
Menurut Ghufron, secara prinsip Kemenristek Dikti selalu mendorong munculnya inovasi atau penemuan baru dalam bidang ilmu kedokteran. Komite bersama Kemenristek Dikti-Kemenkes, menurut dia, bahkan telah mengembangkan Academic Health Science System (AHSS) yang bisa menampung penelitian dan inovasi-inovasi baru di bidang kesehatan.
Namun demikian, kata dia, untuk bisa digunakan sebagai sarana layanan kesehatan secara efektif perlu ada pembuktian secara ilmiah.
"Jangan sampai suatu inovasi, temuan, atau metode baru tidak berkembang sehingga kita harus adil melihatnya, meski tentu semua harus berdasarkan bukti ilmiah," kata dia.
Sebelumnya, MKEK IDI menerbitkan surat yang berisi pemberian sanksi kepada dr Terawan Agus Putranto yang juga Kepala RSPAD Gatot Subroto berupa pemecatan dalam jangka masa satu tahun.
Ketua MKEK IDI Dr dr Prijo Sidipratomo Sp.Rad(K) menandatangani surat pemberian sanksi kepada dr Terawan dengan dugaan berlebihan mengiklankan diri terkait terapi cuci otak melalui metode "Digital Substraction Angiography" untuk pasien stroke.
Alasan lain pemberian sanksi yang tertera di surat itu ialah adanya janji-janji tentang kesembuhan dengan metode cuci otak, padahal MKEK menilai terapi tersebut belum ada bukti ilmiah.
Berita Lainnya
BPJS Kesehatan jamin kesehatan petugas Pemilu 2024 sakit
Minggu, 18 Februari 2024 4:19 Wib
Penyelenggaraan ACFFest 2022 tingkatkan budaya antikorupsi
Minggu, 4 Desember 2022 6:23 Wib
Achmad Yurianto wafat, BPJS Kesehatan berduka
Minggu, 22 Mei 2022 6:40 Wib
Naik, harta kekayaan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Jumat, 3 Desember 2021 5:23 Wib
BPJS Kesehatan-Yogyakarta bangun kerja sama tingkatkan kepesertaan JKN-KIS
Jumat, 16 April 2021 17:42 Wib
Agar tak timbul kerugian negara, KPK kawal anggaran vaksinasi COVID-19
Senin, 21 Desember 2020 20:55 Wib
Indonesia menghasilkan lima ventilator inovasi dorong kemandirian bangsa
Senin, 17 Agustus 2020 8:37 Wib
Kemenristekdikti mendorong dosen menjadi pemimpin akademis
Sabtu, 14 Juli 2018 0:57 Wib