Sunat perempuan dianggap kekerasan terhadap anak

id kekerasan

Sunat perempuan dianggap kekerasan terhadap anak

ilustrasi (flickr.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Sunat pada bayi perempuan sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Namun Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Eni Gustina, MPH mengatakan bahwa hal tersebut masuk dalam kategori kekerasan terhadap anak.

Eni menuturkan bahwa persentase Indonesia dalam melakukan praktik sunat anak perempuan cukup tinggi. Dia mengungkapkan jika para bidan sudah sepakat dan berkomitmen untuk tidak melakukan sunat pada anak perempuan.

"Ini terkait kekerasan anak. Di UNICEF, Indonesia cukup tinggi sehingga kita di judge sebagai pelaku kekerasan terhadap anak karena sunat perempuan. Melalui kongres IBI (Ikatan Bidan Indonesia) sudah disampaikan bahwa bidan-bidan tidak boleh melakukan sunat perempuan," ujar Eni ditemui dalam workshop "Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu Anak dan Gizi dalam Memperkuat Suplementasi Vitamin A" di Jakarta.

Menurut Eni, praktik sunat anak perempuan di Indonesia masih masuk dalam budaya turun-menurun. Namun pada sisi kesehatan, sunat ini tidak ada manfaatnya.

"Ini bagian dari budaya, ini kayak mitos. Sunat enggak ada manfaatnya sama sekali untuk perempuan. Bahkan sekarang menyentuh kulit kelamin anak saja enggak boleh," terang dia.

Meski belum ditemukan bahaya dari sunat perempuan, bagi Eni praktik sunat perempuan bisa mendatangkan infeksi jika tidak dilakukan dengan benar.

"Itu organ dilukai bisa terjadi infeksi. Itu kan bagian paling sensitif untuk berhubungan seksual, bayangin kalau harus dibuang. Di Indonesia ada yang ringan sunatnya, cuma digores, disayat sampai dipotong. Tapi itu tidak boleh dan itu masuk pada kekerasan terhadap anak dan perempuan," tutup Eni.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024