Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, melakukan pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan melibatkan multi sektor seiring masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah itu.
Penjabat (Pj) Bupati Kulon Progo Srie Nurkyatsiwi di Kulon Progo, Selasa, mengatakan di wilayahnya dari laporan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), selama 2023 ada 62 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani, sedangkan untuk 2024 sampai dengan bulan Oktober ada 46 kasus.
"Untuk kasus KDRT tercatat di Kabupaten Kulon Progo pada 2023 terdapat 25 kasus dan di tahun 2024 tercatat 22 kasus. Kami mengajak semua pihak mulai dari FPKK Kabupaten (OPD, lembaga masyarakat, dunia usaha), forum anak, FPKK japanewon, satgas PPA, serta unit terdekat masyarakat yaitu keluarga untuk turut berpartisipasi dalam mendukung pencegahan terjadinya kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman," kata Siwi.
Ia mengatakan semua pihak memiliki kekuatan untuk membuat perubahan dan berdiri bersama dan bertindak melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak apapun bentuknya. Pemberantasan kekerasan bukan hanya tugas pemerintah saja. "Ini adalah tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat," katanya.
Siwi memastikan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui berbagai program kegiatan untuk menciptakan Kulon Progo yang bebas dari kekerasan.
"Setiap individu, keluarga, lembaga pendidikan, media, dan seluruh sektor masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan ruang yang aman bagi perempuan dan anak," kata Siwi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-P3A) Kulon Progo Lucius Bowo Pristiyanto melaporkan dari data berbagai jurnal, dari 2022 ke 2023 terdapat kenaikan angka kekerasan yang signifikan sampai dengan 30 persen.
"Kekerasan terhadap anak itu sebagian besar dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Kalau boleh saya matur lebih jelas di dalam keluarga itu sendiri, angkanya mencapai 35 persen," kata Bowo.
Bowo mengatakan variasi kekerasan yang dialami berupa kekerasan fisik, emosi dan seksual. Dan pada tahapan tertentu menjadi variasinya menjadi sangat komplek dan sebagian besar pelaku kekerasan, dulunya merupakan korban kekerasan juga.
Namun demikian, Bowo menyampaikan data angka kekerasan belum bisa sepenuhnya menjadi patokan utama, mengingat perilaku data tersebut seperti fenomena gunung es, karena banyak kasus di bawah yang belum dapat terdeteksi.
"Harapan kita semua ada kesadaran bersama di masyarakat terhadap fenomena kekerasan pada perempuan dan anak perlu terus ditingkatkan. Caranya dengan terus melakukan edukasi terhadap mereka, sehingga dapat mencari solusi atau setidaknya meminimalisir," harap Bowo.
Masyarakat pun didorong agar berani melaporkan kasus kekerasan pada perempuan dan anak sehingga bisa segera ditangani. Apalagi Dinsos-PPPA Kulon Progo telah menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga dalam penanganan kasus.
"Apalagi di tingkat kapanewon juga ada satuan tugas (Satgas) yang bisa menindaklanjuti laporan kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang dilaporkan," kata Bowo.