Alffy Rev berhasrat "menduniakan" Indonesia melalui musik digital

id Alffy Rev,dj,edm

Alffy Rev berhasrat "menduniakan" Indonesia melalui musik digital

Produser musik digital Alffy Rev (Instagram/@alffy_rev)

Jakarta (ANTARA) - "Saya tidak memiliki darah seniman, tapi saya menyukai musik sejak kecil,” ujar Alffy Rev.

Awwalur Rizqi al Firori, nama asli musisi Alffy Rev piawai dalam memproduksi musik-musik digital, sejumlah karya sudah diluncurkan dia termasuk "Senja & Pagi" dan "Greet Tomorrow".

Meski banyak karyanya yang dia "bumbui" dengan musik elektronik (EDM) dan unsur musik tradisional, Alffy tak mau melabeli dirinya sebagai “DJ” (disc jockey).

“Aku tidak pernah memposisikan sebagai DJ, karena yang aku mainkan bukan seperti DJ, walaupun ada bagian yang sejenis,” kata Alffy kepada ANTARA.

Misi Alffy di bidang musik tidak main-main, ia memiliki hasrat "menduniakan" Indonesia melalui lantunan musik digital di mana selalu ada unsur etnik Nusantara di setiap lagunya.

Allfy sendiri mengawali karir di musik awalnya hanya. sebagai hobi, yaitu menjadi seorang gitaris pada sebuah grup band. Namun, di sisi lain Alffy juga menggilai teknologi, dari dua hal inilah Alffy belajar mengenai musik digital, yang akhirnya kerap memainkan musik melalui launchpad sebagai perangkat kerasnya.

"Idola saya justru bukan musisi, namun Steve Jobs, pendiri Apple," kata Alffy ketika ditanyakan siapa seniman yang jadi inspirasi dia.

Piawai memainkan launchpad membuat Alffy kecanduan meramu musik digital. Hingga akhirnya, Alffy konsisten membuat produksi musik digital dengan semangat nasionalisme.


Musik Kontemporer

Alffy menemukan identitas dalam bermusik lewat kombinasi musik digital dan tradisional. Pada setiap karyanya, dia selalu mengangkat kesenian lokal, seperti gamelan dan sastra-sastra Jawa lainnya.

Namun, Alffy menegaskan tidak menutup diri hanya seputar tradisional Jawa, hal itu karena Alffy masih mempelajari budaya Nuantara daerah lain. Pemuda kelahiran Mojokerto, Jawa Timur tahun 1995 ini, cukup banyak pula menyerap budaya Yogyakarta sebab ia lama menempuh pendidikan di Kota Gudeg tersebut.

“Saya tengah mempersiapkan single terbaru yang memiliki kontemporer lokal dari serapan budaya luar Jawa, nantikan saja ya,” terangnya.

Tidak berhenti di dunia musik, Alffy juga menggeluti bidang sinematografi. Beberapa karya sinematografinya ia wujudkan dalam visualisasi video klip karyanya sendiri.

Seperti single “Mother Earth” memiliki visual yang kaya akan panorama Nusantara yang digabungkan dengan editing megah. Di luar dugaan video klip tersebut hanya dikerjakan oleh ia sendiri bersama dengan rekan produksinya yang ternyata teman ketika kuliah.

“Itu hanya saya produksi sendiri dengan teman-teman kuliah saja, tidak melibatkan editor atau sineas profesional,” kata dia menegaskan.

Dengan kemampuan fantasinya membuat musik beserta dengan sinematografinya, Alffy bermimpi memiliki karya besar di bidang sinema.

"Tidak menutup kemungkinan saya ke depan juga lebih banyak melahirkan karya-karya sinematografi dan sedang belajar teknik sutradara,” katanya ketika ANTARA bertanya apakah ingin menjadi sutradara juga nantinya.

Visual etnik dan panorama Nusantara selalu disajikan dengan berbagai iringan musik pendukung seperti sinden-sinden Jawa.

Dalam kesempatan lain musisi senior Anji yang saat ini aktif menjadi youtuber sempat mewawancarai Alffy terkait video klip “Mother Earth” dan Anji terkesan dengan proses pembuatan sinematik-nya.

“Itu tiga bulan? Wow, bisanya cuma sehari sampai tiga hari untuk konsep itu,” kata Anji. Anji terkesan dengan tim Alffy yang menggarap karya musik video tersebut dengan serius.

Secara total, editing yang dilakukan untuk musik video "Mother Earth" memakan waktu hingga dua bulan dan proses pengambilan gambar satu bulan. Untuk me-render lima detik dalam video tersebut bahkan memakan waktu sekitar delapan jam untuk tiap lima detiknya.

Hal tersebut yang membuat Alffy dan timnya harus bekerja ekstra keras dalam penyelesaian konsep hingga editing videonya di mana banyak menampilkan efek CGI yang mirip dengan pandemi COVID-19.

Single keenam Alffy tersebut dibuat dalam masa pandemi, dan ide berubah ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan.

Alffy sukses menorehkan namanya di dunia internasional. Capaian prestasi dia di dunia internasional di antaranya adalah masuk dalam kolaborasi musik Asian Games 2018 sebagai komposer cover. Alffy Rev tercatat pernah mendapat penghargaan dari The Olympic Council of Asia (OCA) di mana penghargaan ini diberikan bagi para youtuber yang meng-cover lagu-lagu Asian Games 2018.

Tidak hanya Alffy, penghargaan lain dalam kesempatan yang sama juga diberikan kepada youtubers negara lain yang juga meng-cover lagu Asian Games 2018, yaitu Siddhart Slathia (India), Jannine Weigel (Thailand), dan Jason Chen (China).

Alffy mengaku saat ini tengah menjajaki kepada investor yang tengah menggaet pemuda-pemuda Indonesia yang mengangkat karya budaya lokal.

Saat ditanya siapa seniman impian yang ingin dia ajak kolaborasi, Alffy lebih memilih berkolaborasi dengan investor untuk menghasilkan karya yang besar dalam "menduniakan" Indonesia.

“Kalau ada kesempatan, saya ingin membuat karya musik dan sinema yang megah untuk Indonesia, namun itu tidak mungkin saya wujudkan sendiri, butuh investor yang memiliki visi sama,” katanya.

Ke depannya, kembali lagi Alffy menegaskan bahwa alam dan budaya Indonesia tidak bisa lepas dari idealisme karyanya. Nasionalisme yang ia bawa sebisa mungkin akan selalu ditanamkan melalui kampanye karyanya.

“Melihat milenial sekarang memang tidak mudah mengajak menjadi nasionalisme. Namun, idealis itu harus tetap ditanamkan,” katanya.

Tantangan yang ia hadapi selain juga sebagai konten kreator di YouTube, Alffy ingin mengemas satu per satu budaya dan alam Indonesia dalam balutan seni audio visual.

Budaya populer bagi milenial saat ini ingin ia masuki dengan kampanye-kampanye nasionalisme yang membanggakan bagi Indonesia sendiri, sebab menurutnya budaya Indonesia memiliki potensi besar untuk dipamerkan kepada dunia melalui berbagai karya.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024