Keropos tulang, perempuan dan penyebabnya

id osteoporosis,keropos tulang ,perempuan osteoporosis

Keropos tulang, perempuan dan penyebabnya

Ilustrasi (Foto: thinkstock)

Pada kenyataanya, sebanyak satu dari tiga perempuan dan satu dari lima penderita osteoporosis adalah laki-laki.

Jakarta (ANTARA) - Pakar gizi medik dari FKUI-RSCM, Prof Saptawati Bardosono mengatakan, perempuan lebih rentan mengalami osteoporosis yang penyebabnya bukan hanya karena bertambahnya usia, tetapi juga faktor lain termasuk menopause dan gaya hidup.

Data Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) mengungkapkan, perempuan berisiko 90 persen mengalami kekurangan kepadatan tulang atau osteopenia yang mengarah pada terjadinya keropos tulang atau osteoporosis, sementara pada laki-laki risikonya sebesar 41,8 persen

“Pada kenyataanya, sebanyak satu dari tiga perempuan dan satu dari lima penderita osteoporosis adalah laki-laki,” kata Saptawati yang kerap disapa dokter Tati itu dalam acara virtual media briefing "CDR ajak perempuan Indonesia Cegah Osteoporosis dengan 3S", Kamis.

Baca juga: LPSK, Lazismu dan YIIM menyalurkan bantuan psikososial di Yogyakarta

Berkurangan kepadatan tulang bisa disebabkan beberapa hal, salah satunya meningkatnya kehilangan massa tulang pada tubuh akibat penuaan. Dokter Tati menjelaskan, para wanita sebenarnya sudah mendapatkan nutrisi termasuk untuk tulang selama dikandung ibu mereka, lalu saat lahir dan selama masa anak terjadi pertumbuhan pesat melibatkan tulang.

Saat akhir usia pubertas atau sekitar 18-19 tahun, masa puncak penulangan mencapai 95 persen dan ini terus berlanjut hingga berhenti pada usia 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, terjadi penurunan kepadatan tulang secara berangsur-angsur. Di sisi lain, kehamilan dan menyusui anak juga meningkatkan hilangnya massa tulang.

Pada usia 40 tahun, mereka akan kehilangan massa tulang sekitar 0,5 persen setiap tahun hingga memasuki masa menopause, yang meningkatkan risiko terjadinya osteopeni dan osteoporosis.

Ketika menopause, perempuan kehilangan hormon estrogen yang punya kekuatan menjaga kesehatan tulang. Perlahan, seiring waktu menopause yang semakin lama maka risiko keropos massa tulang akan meningkat.

“Perempuan akan mengalami kehamilan dan laktasi, dan ini akan meningkatkan hilangnya massa tulang, perempuan mencapai usia menopause dengan demikian hilanglah hormon estrogen yang selama ini menjaga kesehatan tulang. Ini alasan perempuan lebih berisiko mengalami osteoporosis,” ujar Tati.

Baca juga: Pasien COVID-19 sembuh di Bantul menjadi 753 orang

Walau memang kepadatan tulang akan menurun seiring bertambahnya usia, tetapi tidak semua orang berusia lanjut mengalami osteoporosis. Pada kenyataannya, ada juga para lansia yang tetap sehat tulangnya.

Risiko osteoporosis tidak hanya karena faktor bertambahnya usia. Sebuah penelitian di Arab Saudi pada perempuan dewasa muda belum lama ini menemukan 30 persen yang mengalami penurunan kepadatan tulang dan sekitar tiga persen sudah mengalami osteoporosis.

Tati mengatakan, penyebab kondisi ini antara lain kondisi medis semisal rheumatoid arthritis, malabsorbsi, konsumsi obat-obatan yang menyebabkan hilangnya massa tulang contohnya glucocorticoids, berat badan kurang, diet tak sehat termasuk kurang asupan kalsium dan vitamin D, kurang dan berlebihan beraktivitas fisik.

Dia menambahkan, keropos tulang sifatnya silent disease atau silent killer yang gejala awalnya bisa tak dirasakan penderitanya. Patah tulang panggul misalnya, membuat seseorang tidak bisa bergerak dari tempat tidur, sehingga harus berbaring dan ini menyebabkan terjadinya luka menahun pada tulang belakang, menimbulkan infeksi dan berujung pada kematian.

menabung sebelum usia 30 tahun
Para perempuan sebaiknya menabung massa tulang mereka melalui pembiasaan diri mengonsumsi makanan bergizi seimbang termasuk yang mengandung kalsium dan vitamin D, menurut Head of Medical Consumer Health Bayer Indonesia, dr Suci Sutinah.

Khusus untuk kalsium, tubuh umumnya membutuhkan sekitar 600-1200 mg per hari terutama saat masa pertumbuhan dan jumlahnya bisa meningkat menjadi 1400 mg saat hamil. Asupan ini bisa didapatkan melalui produk susu, sayuran seperti kale, bok choy, brokoli, kacang-kacangan, bayam, kubis, lalu tofu, singkong dan keju.

Sementara vitamin D yang digunakan untuk membangun tulang dan penyerapan kalsium, bisa didapatkan melalui paparan sinar matahari.

Suci mengatakan, pada mereka yang sudah mengalami menopause, kalsium bisa membantu mengurangi pengeroposan tulang. Sementara menurut studi yang dilakukan Chapuy dan rekan-rekan beberapa waktu lalu, vitamin D dapat membantu mencegah patah tulang pinggul pada lansia.

Selain asupan makanan, sebaiknya jagalah berat badan yang sehat karena berat badan kurang menjadi faktor risiko osteoporosis, lalu hindari merokok, minuman beralkohol, konsumsi garam dan kafein berlebihan karena bisa menghambat kerja sel pembangun tulang dan meningkatkan risiko patah tulang.

Menurut Tati, kafein salah satunya dalam kopi dan garam bersifat diuretik yang bisa meningkatkan pengeluaran urin dan ditakutkan bisa juga membawa mineral tubuh termasuk kalsium sehingga mengganggu keseimbangan kalsium tubuh dan meningkatkan risiko osteoporosis, kejadian patah tulang.

Batasan maksimal kopi dalam sehari tak lebih dari dua cangkir per hari. Sementara untuk garam, sebaiknya tak lebih dari lima gram atau satu sendok setiap hari. Untuk membantu Anda memantau asupan garam, pakat diet di North Dakota State University, Julie Garden-Robinson merekomendasikan Anda memanfaatkan aplikasi semisal MyFitnessPal, Shopwell dan Calorie Counter & Food Diary.

Jika Anda tak tahu fakta nutrisi makanan Anda, cobalah sebisa mungkin menghindari sodium berlebihan dengan mengikuti akronim SCIP (smoked, cured, instant and processed) atau menjauhi makanan yang diasap, diawetkan, makanan instan dan diproses karena biasanya mengandung lebih banyak garam. Satu cangkir salmon asap misalnya, mengandung 1066 mg sodium, sementara salmon mentah kandungan sodiumnya 117 mg.

Hal lain yang bisa Anda lakukan, memeriksakan tulang melalui x-ray namun tak perlu terlalu sering. Menurut Tati, pemeriksaan semacam ini tidak berdampak buruk pada kesehatan tulang. Sebaiknya lakukan terutama saat tubuh tiba-tiba merasa pegal.

Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024