Gunung Kidul berupaya menurunkan angka kekerdilan pada anak

id stunting gunung kidul,penanganan stunting,masalah gizi anak

Gunung Kidul berupaya menurunkan angka kekerdilan pada anak

Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul Dewi Irawaty. (ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupaya menurunkan angka kasus kekurangan gizi kronis yang mengganggu pertumbuhan anak dan menyebabkan anak bertubuh kerdil, lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya.

Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul Dewi Irawaty di Gunung Kidul, Minggu, menyatakan bahwa angka kasus kekerdilan atau stunting di Gunung Kidul tahun 2019 sebesar 17,94 persen, turun dari 18,2 persen pada 2018.

"Kasus stunting pada angka 17,94 persen ini masih lebih baik dibandingkan rata-rata angka kasus stunting di Indonesia. Kami optimistis bisa menekan angka kasus stunting menjadi satu digit," katanya.

"Saat ini, kami melakukan intervensi holistik dan integrasi antara intervensi spesifik dan intervensi sensitif dalam penanganan stunting," ia menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa kekerdilan atau stunting merupakan kondisi anak yang mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis sejak dari masa masih di dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun.

Gejala yang paling mudah dikenali pada anak yang mengalami masalah pertumbuhan adalah tinggi badan anak kurang dari 85 cm pada usia dua tahun.

Jika masalah pertumbuhan tersebut tidak segera ditangani, maka akibatnya bisa fatal. Anak bisa mengalami kekerdilan permanen, kehilangan kemampuan tumbuh sampai dewasa.

"Kami akan menekan angka stunting ini. Kami menyadari kerja sama lintas OPD sangat dibutuhkan dalam rangka percepatan penanganan stunting," katanya.

Bupati Gunung Kidul Badingah mengakui angka kasus stunting di wilayahnya masih tergolong tinggi, karenanya Gunung Kidul menjadi salah satu lokus penanganan stunting pemerintah pusat pada 2020.

"Masih banyak kasus bayi yang lahir dengan berat badan rendah karena kurang asupan gizi sejak dalam kandungan," kata Badingah.

Pemerintah daerah, menurut dia, sudah menyusun rencana strategis untuk menekan angka kasus stunting sejak awal 2020 namun pandemi COVID-19 yang datang pada Maret membuat perhatian pemerintah dalam menangani masalah kesehatan terbagi.

"Perhatian kita saat ini terbagi dengan prioritas percepatan penanganan COVID-19, yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir," katanya.

Ia mengemukakan pentingnya keterlibatan multi-sektor, termasuk sektor swasta, dalam upaya mengatasi masalah kekurangan gizi kronis pada anak.

"Sebisa mungkin kami upayakan di akhir 2020 ini kasus stunting bisa ditekan serendah mungkin," katanya.