Jogja (Antara) - Sejumlah biro periklanan di Kota Yogyakarta merasa dirugikan atas ketidaksiapan Pemerintah Kota Yogyakarta selama masa transisi perubahan peraturan penyelenggaraan reklame karena berimbas pada pembayaran pajak dan pengurusan izin.
"Sepertinya pemerintah kota tidak siap selama masa transisi peraturan penyelenggaraan reklame. Akibatnya, kami sulit membayar pajak dan mengurus izin mendirikan bangunan untuk reklame berukuran besar. Sampai sekarang pengurusan izin juga masih sulit," kata salah satu penyelenggara jasa reklame Joko Suharsono saat menghadiri rapat Panitia Khusus Laporan Hasil Pemeriksaan BPK di DPRD Kota Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta menetapkan akhir masa pembayaran pajak seluruh papan reklame pada pertengahan Mei 2016 karena Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame sudah berlaku menggantikan perda lama.
Pemerintah Kota Yogyakarta kemudian meminta penyelenggara reklame untuk mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) atas papan reklame yang dimiliki. "Namun, pengurusan izin tersebut sangat sulit. Kami pun sulit membayar pajak. Bukan karena kami tidak mau membayarnya," katanya yang sampai sekarang belum memperoleh izin atas sejumlah papan reklame yang dimiliki.
Namun demikian, lanjut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta tiba-tiba mengirimkan tagihan pembayaran pajak untuk seluruh papan reklame yang dimiliki. "Baru Februari muncul surat tagihan. Mungkin karena ada temuan dari BPK soal pajak reklame," katanya.
Meskipun demikian, tagihan yang diterima tidak sesuai kondisi di lapangan karena tagihan pajak dipukul rata untuk seluruh papan reklame. "Padahal ada dua papan reklame kami yang kosong," katanya.
Hal senada disampaikan Hernowo yang juga mengaku kesulitan membayar pajak dan mengurus IMB papan reklame. "Kami punya enam titik papan reklame. Belum ada IMB yang keluar padahal sudah bolak-balik mengurusnya," katanya.
Ia pun mengaku memperoleh tagihan denda pajak 100 persen untuk papan reklame yang dimiliki.
Di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 05/LHP/XVIII.YOG/01/2017 atas pendapatan daerah tahun anggaran 2016 untuk Kota Yogyakarta dinyatakan ada potensi pajak sebesar Rp953,2 juta yang tidak dapat direalisasikan.
Pemerintah Kota Yogyakarta menyatakan, temuan BPK tersebut terjadi karena adanya perubahan aturan penyelenggaraan reklame.
Sementara itu, Ketua Panitia Khusus LHP BPK DPRD Kota Yogyakarta Nasrul Khoiri mengatakan permasalahan yang dikeluhkan biro periklanan tersebut terjadi karena Pemerintah Kota Yogyakarta tidak dapat mengelola dengan baik transisi perubahan aturan.
"Hal ini justru merugikan penyelenggara jasa, pengguna jasa dan pemerintah," katanya yang akan melakukan klarifikasi kepada Pemerintah Kota Yogyakarta mengenai permasalahan itu.
Berdasarkan hasil klarifikasi tersebut, lanjut Nasrul, pansus akan menyusun rekomendasi kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar permasalahan yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.
(E013)
Berita Lainnya
Wisatawan Museum Batik Pekalongan, Jateng, dilatih cara membatik
Rabu, 24 April 2024 19:51 Wib
Pemkot Yogyakarta gelar upacara adat Mitoni untuk tekan stunting
Senin, 22 April 2024 10:49 Wib
Festival Rimpu Mantika 2024 promosikan potensi tiga daerah gaet wisatawan
Senin, 22 April 2024 6:32 Wib
Pj Wali Kota Yogyakarta tak temukan ASN bolos kerja pascalebaran
Rabu, 17 April 2024 17:37 Wib
Yogyakarta skrining kesehatan seluruh ASN pascalebaran
Rabu, 17 April 2024 14:58 Wib
17 ribu wisatawan banjiri Sabang, Aceh
Senin, 15 April 2024 13:32 Wib
Pemilir diminta jaga stamina-cek kendaraan
Sabtu, 13 April 2024 4:51 Wib
Pemkot Yogyakarta tidak menaikkan tarif parkir saat libur Lebaran 2024
Selasa, 2 April 2024 22:24 Wib