Jogja (Antara Jogja) - Sejumlah waria dari Komunitas Eben Ezer Yogyakarta mendatangi Kantor Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, menuntut hak kesejahteraan gelandangan dan pengemis, menyusul disahkannya Peraturan Daerah tentang Gelandangan dan Pengemis.
Para waria yang juga mewakili gelandangan dan pengemis itu diterima melalui forum audiensi yang dihadiri langsung Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY Untung Sukaryadi serta Kepala Bidang Perlindungan Rehabilitasi Sosial Dinsos DIY Eko Darmanto.
Sekretaris Eben Ezer Yogyakarta Laras mengaku sejak awal mendukung Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan gelandangan dan pengemis (gepeng), yang melarang aktivitas mengamen. Namun hal itu perlu disertai dengan upaya pemerintah memberikan solusi alternatif untuk pendapatan mereka.
"Kami memang mendukung Perda itu, tapi ketika Perda itu disepakati maka apa kontribusi pemerintah terhadap rekan-rekan komunitas?, kami merasa itu tidak dipenuhi," katanya.
Menurut dia sejak Perda itu melarang anggota komunitas mereka mengamen, mereka tidak memiliki sumber penghasilan lain sehingga kesulitan memenuhi biaya hidup sehari-hari.
"Melalui Perda itu kami dilarang mengamen, kami awalnya memang mendukung tapi tidak ditindaklajuti dengan solusi. Sehingga kami tidak memiliki penghasilan untuk bayar kos dan biaya hidup sehari-hari. Kami minta pemerintah merespon ini," katanya.
Sementara itu, anggota Komunitas Eben Ezer , Septi, mengatakan seharusnya pemerintah dapat memberikan bantua berupa permodalan untuk membuat usaha kecil. Sementara pelatihan berupa teori yang diberikan pemerintah, menurut dia tidak memberikan solusi.
Menurut dia, Pasal 34 UUD 1945 telah menjamin bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Namun, menurut dia, ketika masyarakat miskin mendapatkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), belum pernah menyasar gelandangan dan pengamen.
"80 persen teman-teman kami telah mengurungkan aktivitas mereka untuk mengamen. Mereka ingin berubah dan hidup layak," katanya.
Kepala Dinas Sosial DIY, Untung Sukaryadi mengatakan Perda tentang Gepeng telah final. Perda itu disusun dengan pertimbangan yang panjang termasuk melibatkan komunitas gepeng yangh ada di DIY, sehingga tidak perlu dipermasalahkan kembali.
"Perda itu bukan hanya milik Dinsos, bukan milik pemerintah tapi milik masyarakat seluruhnya. Kami dulu telah keliling menjaring aspirasi untuk menyusun regulasi itu, jadi kalau kini dipermasalahkan lagi, sudah ketinggalan kereta," katanya.
Sementara itu, Dinsos juga tidak dapat serta merta memberikan bantuan permodalan terhadap seluruh gepeng, kecuali melalui seleksi.
"Anggarannya kan dari APBD, kalau APBD berarti ya berarti yang diutamakan dulu yang ber- KTP Yogyakarta, baru yang lainnya. Itu harus dimaklumi," katanya.
Ia juga mengimbau seluruh komunitas Gepeng yang terdaftar untuk mendata minat dan bakat anggotanya, agar bantuan permodalan, alat atau bimbingan usaha yang akan diberikan kemudian tidak salah sasaran.
"Nanti tentu akan tetap ada pembinaan dengan bantuan peralatan. Namun perlu didata dulu mana yang ingin membuat usaha salon, makanan, berkebun atau yang lainnya," katanya.
(KR-LQH)
Berita Lainnya
Dinkes melakukan penyelidikan epidemiologi di wilayah kasus DBD tinggi
Minggu, 5 Mei 2024 17:23 Wib
Pemda mengusulkan 2.944 formasi kebutuhan ASN DIY pada 2024
Minggu, 5 Mei 2024 6:36 Wib
BKKBN DIY meluncurkan Sekolah Lansia BKL Melati Cangkring di Sleman
Jumat, 3 Mei 2024 19:14 Wib
Gubernur DIY: Syawalan momentum pemersatu melalui silaturahim
Jumat, 3 Mei 2024 17:18 Wib
Bulog agar perkuat cadangan pangan di Sleman, DIY, dari produksi dalam negeri
Jumat, 3 Mei 2024 9:05 Wib
24 homestay di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, DIY, peroleh kucuran dana
Jumat, 3 Mei 2024 0:21 Wib
Pemerintah menetapkan Desa Nglanggeran di Gunungkidul, DIY, menjadi Desa Keuangan
Jumat, 3 Mei 2024 0:09 Wib
Hari Buruh 2024, Eko Suwanto desak pemda naikkan UMP DIY agar buruh lebih sejahtera
Kamis, 2 Mei 2024 22:38 Wib