KPU "pasung" hak pilih puluhan ribu mahasiswa

id kpu pasung hak pilih

KPU "pasung" hak pilih puluhan ribu mahasiswa

Komisi Pemilihan Umum

Jogja (Antara Jogja) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai Komisi Pemilihan Umum melanggar hak asasi manusia karena pada pemilu legislatif 9 April lalu tidak mengakomodasi hak pilih mahasiswa asal luar daerah yang berada di Yogyakarta.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat sekitar 29.000 mahasiswa asal luar daerah. Namun, karena kurangnya sosialisasi, banyak di antara mereka yang tidak memiliki formulir A5, yakni daftar isian pindah memilih, sehingga mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya.

Itu baru di DIY. Di seluruh daerah di wilayah Indonesia, mahasiswa perantau yang hak pilihnya "terpasung" pada pemilu legislatif 9 April lalu jumlahnya mungkin mencapai puluhan ribu orang.

Menurut anggota Komnas HAM Siti Noor Laila, mereka sebenarnya ingin menggunakan hak pilihnya, namun akhirnya tidak bisa melaksanakan hak pilih karena alasan tersebut. "KPU yang tidak mengakomodasi hak pilih mereka, itu melanggar HAM," katanya di Yogyakarta.

Dari hasil temuan Komnas HAM, menurut Siti, sejumlah pasien di rumah sakit se DIY juga tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu legislatif 9 April lalu.

Padahal, kata dia, pihaknya jauh hari telah mengingatkan KPU DIY dan KPU Jawa Tengah, terkait dengan pasien di rumah sakit serta mahasiswa asal luar daerah agar pada pemilu legislatif diakomodasi hak pilihnya.

"Saat itu KPU berjanji akan mengakomodasinya, dengan mendatangi pasien agar dapat menggunakan hak pilihnya. Namun, kenyataannya tidak terealisasi. Pada pelaksanaan pemungutan suara pemilu legislatif 9 April lalu, justru hak pilih pasien diakomodasi pihak rumah sakit, seperti di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta," katanya.

Menurut dia, pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut tidak hanya KPU DIY, tetapi juga KPU pusat. Sebab, yang membuat kebijakan adalah KPU pusat.

Sebelumnya, Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan mengatakan mahasiswa asal luar daerah yang ingin memilih di Kota Gudeg ini tetap harus menggunakan formulir A5.

"Mereka (mahasiswa atau warga) pendatang harus mamiliki dan menyerahkan formulir A5 di TPS," katanya.

Hamdan mengatakan mahasiswa asal luar daerah yang telah mengurus formulir A5, masuk dalam daftar pemilih khusus (DPK). Selama pendaftaran DPK dibuka sejak 10 Maret hingga 30 Maret 2014, tercatat 3.869 orang yang mendaftar.

Jumlah tersebut masih sebagian kecil dari total mahasiswa yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di DIY yang diperkirakan mencapai sekitar 300.000 orang.

Ketika itu, KPU DIY telah mengingatkan bagi warga masyarakat termasuk mahasiswa asal luar daerah yang belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) serta belum mendaftar masuk ke DPK, diberi kesempatan untuk memilih dengan menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga (KK).

Kesempatan ini hanya berlaku bagi masyarakat yang memiliki KTP DIY. "Mahasiswa atau warga masyarakat pendatang yang tidak memiliki formulir A5, tidak ada solusi lain kecuali menggunakan hak suaranya di TPS asal mereka," katanya.

Menurut Hamdan, KPU DIY telah secara maksimal memberikan sosialisasi kepada mahasiswa maupun waga masyarakat pendatang untuk mengurus formulir A5 hingga 30 Maret. Pengurusan formulir A5 itu memang memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat sendiri.

"Sejak awal mereka sudah kami permudah untuk mengurus formulir A5, dan sekarang tidak bisa lagi (mengurus). Kalau ada yang mempertanyakan kembali hal itu, yang penting kami sudah mensosialisasikan secara maksimal," katanya.



                       Mengurus formulir A5

Sebelumnya, ribuan mahasiswa dan warga asal luar daerah yang bermukim di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah mengurus formulir A5 atau surat keterangan pindah pemilih di Komisi Pemilihan Umum setempat agar dapat mencoblos di Sleman.

"Hingga akhir pendaftaran formulir A5 ditutup pada 30 Maret pukul 12.00 WIB, diperkirakan ada ribuan mahasiswa dan warga asal luar daerah yang mengurus formulir A5," kata Ketua KPU Kabupaten Sleman Ahmad Shidqi.

Menurut dia, perkiraan tersebut didasari karena sampai 28 Maret jumlah warga asal luar daerah yang mengurus formulir A5 sudah mencapai 1.300 orang.

"Sedangkan untuk 29 Maret dan 30 Maret, jumlah yang mengurus formulir A5 belum dihitung dan direkapitulasi. Seharusnya rekapitulasi dilakukan hari ini, namun karena operator libur, maka diundur besok," katanya.

Ia mengatakan warga asal luar daerah yang mengurus formulir A5 didominasi mahasiswa, dan umumnya mereka datang secara berombongan. "Namun, ada juga warga asal luar daerah yang sedang berada di Yogyakarta untuk keperluan bekerja, juga mengurus formulir A5 di KPU Sleman," katanya.

Ahmad mengatakan pengurusan formulir A5 cukup mengisi surat pernyataan, dan melampirkan fotokopi KTP serta diharuskan datang sendiri, atau tidak bisa diwakilkan.

"Mereka diberi kebebasan untuk memilih di TPS di seluruh wilayah Kabupaten Sleman. Namun, karena didominasi mahasiswa, mereka rata-rata memilih di sekitar Kecamatan Depok dan Mlati," katanya.

Meski demikian, menurut dia, dalam surat keterangan pindah memilih itu sudah disertai keterangan akan menggunakan hak pilihnya di daerah mana. Keterangan ini untuk memudahkan petugas dalam menyediakan surat suara.

"Untuk satu TPS kami batasi 15-20 DPK/DPTB guna menghindari adanya kekurangan surat suara. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu menyebutkan pencetakan surat suara sesuai dengan DPT ditambah dua persen. Itu berarti, warga yang masuk dalam DPK/DPTB tidak dilengkapi dengan surat suara. Karena itu, petugas melakukan esmitasi sendiri mengenai hal tersebut," katanya.

Demikian pula di Kota Yogyakarta, ratusan warga pendatang termasuk mahasiswa mengajukan permohonan untuk bisa memilih di kota ini. KPU Kota Yogyakarta menerima lebih dari 280 permohonan pindah memilih ke kota ini, yang sebagian besar adalah mahasiswa dari luar daerah. "Sejak 20 Maret hingga sekarang, kami sudah mengeluarkan lebih dari 280 surat pindah memilih," kata Ketua KPU Kota Yogyakarta Wawan Budianto.

Pemilih dari luar daerah yang ingin menggunakan hak pilihnya di Kota Yogyakarta dapat datang ke KPU setempat dengan menyerahkan fotokopi kartu identitas dan surat keterangan domisili, serta alasan menggunakan hak pilihnya di Kota Yogyakarta. "Syarat utama yang harus dipenuhi adalah setiap pemilih yang akan memindahkan hak pilihnya harus sudah tercatat di daftar pemilih tetap (DPT)," katanya.

Selain itu, kata dia, pemilih yang akan memindahkan hak pilihnya ke Kota Yogyakarta harus datang sendiri ke KPU, tidak boleh diwakilkan, sebagai antisipasi adanya mobilisasi pemilih. Ketentuan tersebut sudah diatur dalam Surat Edaran KPU RI Nomor 127/KPU/III/2014.

Setiap pemilih yang sudah menerima surat pindah memilih diwajibkan menyerahkan surat tersebut ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tempat domisilinya. Penyerahan dilakukan maksimal H-3 pemungutan suara. "Nantinya, PPS yang akan menentukan tempat pemungutan suara (TPS) dari pemilih, karena PPS perlu mempertimbangkan keseimbangan jumlah surat suara dengan jumlah pemilih yang ada di lokasi tersebut," katanya.

Di setiap tempat pemungutan suara, menurut dia, sudah ada cadangan dua persen surat suara yang bisa digunakan apabila ada pemilih tambahan di TPS itu, termasuk mereka yang pindah memilih sesuai domisili.

Namun puluhan ribu pendatang di Yogyakarta, terutama kalangan mahasiswa, hak pilihnya telanjur "terpasung", tidak dapat memanfaatkan hal tersebut.

(M008)
Pewarta :
Editor: Regina Safrie
COPYRIGHT © ANTARA 2024