Kasus HIV di Sleman tertinggi di DIY

id HIV

Kasus HIV di Sleman tertinggi di DIY

Stop HIV/AIDS (Ilustrasi)

Sleman (Antaranews Jogja) - Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat kasus HIV di wilayah setempat jumlahnya tertinggi di bandingkan kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kabupaten Sleman paling banyak kasus HIV dibanding dengan kabupaten/kota yang lain di DIY, yaitu mencapai 915 kasus, Kota Yogyakarta dengan 859 kasus dan Kabupaten Bantul dengan 857 kasus, dan yang paling sedikit di Kabupaten Kulon Progo yang hanya 201 kasus," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Bidang Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Dulzaini, Senin.

Menurut dia, untuk data kasus HIV secara nasional berdasarkan umur yaitu, penderita paling banyak pada usia 20 hingga 29 tahun ada 1.218 kasus, kemudian pada usia 30 hingga 39 tahun dengan 1.135 kasus, usia 40 hingga 49 terdapat 642 kasus, usia 50 hingga 59 tahun 336 kasus di atas 60 tahun ada 73 kasus.

"Sedangkan untuk kasus yang paling kecil pada usia kurang dari satu tahun yaitu hanya 24 kasus," katanya.

Ia mengatakan, Dinkes Kabupaten Sleman memberikan perhatian khusus terhadap tingginya angka kasus HIV di Sleman ini dan bersama dengan penanganan kasus Tuberculosis (TB).

"Tujuan Eliminasi TB di Indonesia 2035 sebagai Visi Indonesia bebas TB diawali dari 2016 dengan peluncuran strategi TOSS-TB yang meliputi peta jalan Eliminasi TB, penemuan intensif, Atif, Massif, kemitraan dan mobilisasi sosial," katanya.

Dulzaini mengatakan untuk mencegah TB diantaranya dengan perilaku hidup bersih dan sehat, salah satu yang paling mudah dengan membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk, jangan membuang dahak di sembarang tempat, tidak merokok dan minum minuman keras.

"Sedang yang rawan terkena TB adalah anak, lansia, tinggal di lingkungan kumuh, lapas/rutan, asrama juga pesantren," katanya.

Ia mengatakan, ciri-ciri terduga TB yang utama adalah batuk berdahak lebih dari dua minggu, sedang ciri yang lain dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam lebih dari satu bulan.

"Yang perlu diketahui oleh masyarakat bahwa penyakit Tuberkulosis adalah bukan penyakit keturunan namun penyakit yang? disebabkan oleh kuman TB, dapat menular dari penderita kepada orang lain, menular langsung melalui percik renik di udara. Oleh karena itu karena sumber penularan adalah dahak yang mengandung kuman TB, maka pada waktu batuk atau bersin penderita TB diharapkan dengan menutup dengan tisue atau pelindung lain lain misalnya masker," katanya.

Karena pengobatan TB memakan waktu cukup lama dan tidak boleh terputus, yaitu pada tahap awal sekurang-kurangnya enam bulan atau empat bulan setelah konversi biakan, lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan, dan lama pengobatan berkisar 19 hingga 24 bulan yang terdiri dari pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan.

"Keterkaitan TB dan angka kematian pada wanita adalah angka kematian ibu akibat persalinan mencapai 10.488 per tahun atau 228 per 100.000 persalinan, sedang TB juga penyebab kematian ibu nomor 7 dan nomor 1 untuk `indirect obstetric death`," katanya.


(U.V001)
Pewarta :
Editor: Sutarmi
COPYRIGHT © ANTARA 2024