PPMAY minta PKL Malioboro ditata ulang

id PPMAY, malioboro, PKL, penataan

PPMAY minta PKL Malioboro ditata ulang

Ilustrasi (Foto Antara)

    Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Belasan pengusaha yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani meminta Pemerintah Kota Yogyakarta menata ulang pedagang kaki lima agar lebih tertata sehingga Malioboro semakin nyaman.
    “Banyak pedagang kaki lima (PKL) yang sepertinya tidak memperhatikan kondisi di sekitarnya sehingga hampir menutup akses masuk ke toko. Kami pun menilai, jumlah pedagang kaki lima di sepanjang Jalan Malioboro dan Ahmad Yani, terutama sisi barat, sudah terlalu banyak, melebihi kapasitas,” kata Ketua Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) Sadana Mulyono di Yogyakarta, Senin.
    Selain itu, lanjut dia, banyak lahan yang digunakan sebagai tempat PKL berjualan justru banyak yang sudah berpindah tangan diperjualbelikan oleh PKL. 
    “Padahal, lahan yang digunakan untuk berjualan tersebut sebenarnya masih menjadi hak milik pengusaha toko. Sertifikatnya pun ada. Kami tidak dapat apa-apa, tetapi lahan tersebut justru dimanfaatkan oleh PKL dan diperjualbelikan ke pihak lain,” katanya.
    Harga sewa maupun harga jual lahan untuk PKL cukup mahal mencapai puluhan juta rupiah per bulan bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
    “PKL yang dulu memiliki izin untuk berjualan, tidak hanya memiliki satu lapak. Mereka bisa punya lebih dari satu lapak,” katanya.
    Kemampuan ekonomi dari PKL, lanjut Sadono, juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena ada dari mereka yang memiliki mobil mewah. “Jika sudah demikian, maka mereka bukan lagi PKL. Tetapi sudah juragan PKL,” katanya.
    Oleh karena itu, PPMAY berharap Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan penataan ulang terhadap PKL agar kondisi pedestrian tetap nyaman, tetapi tidak menghilangkan PKL.
    “Saya kira, wisatawan yang berjalan di selasar toko-toko pun sudah sulit berjalan dengan lancar. Sedangkan untuk toko, kami berharap diberikan akses satu per tiga lebar toko. Tidak ditutup semuanya untuk PKL. Mungkin maksimal dua PKL saja,” katanya.
    Ia menyebut saat ini rata-rata satu toko terdapat empat hingga enam PKL, bahkan di depan Ramai Mall terdapat sekitar 10 PKL.
    Selama ini, lanjut Sadana, pemerintah daerah sepertinya tidak memberikan ruang kepada pengusaha atau pemilik toko untuk memberikan pendapat mengenai penataan kawasan Malioboro.
    “Kami seakan-akan dianggap tidak akan terpengaruh dengan proses penataan di Maliobooro. Padahal, kami pun terpengaruh,” katanya.
    Sadana juga mengkritisi rencana pemerintah membangun kanopi di depan toko untuk PKL. “Jika rencana itu direalisasikan, maka kami justru khawatir kondisi Malioboro tidak akan semakin bertambah rapi. Apalagi, saat musim hujan. PKL pasti membangun semacam peneduh,” katanya.
    Selain penataan PKL, PPMAY juga mengusulkan agar rencana perubahan manajemen lalu lintas di kawasana Malioboro tidak direalisasikan karena sarana dan prasarana pendukung, salah satunya lokasi parkir belum memadahi.
    “Lokasi parkir terbatas. Padahal, jika kendaraan pribadi tidak diperbolehkan masuk Malioboro, maka akan menyulitkan, terutama toko yang berada jauh dari lokasi parkir,” katanya.
    Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, pertemuan dengan PPMAY ditujukan untuk mendengar semua masukan dari pelaku usaha di Malioboro terkait proses penataan yang kini sedang dilakukan di tempat utama tujuan wisata di Yogyakarta itu. 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024