Yogyakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memprakirakan awal musim hujan di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai terjadi pada Oktober 2019 dengan puncaknya terjadi pada Februari 2020.
Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Etik Setyaningrum di Yogyakarta, Senin, mengatakan musim hujan di DIY akan terjadi secara bertahap, dimulai dari wilayah Kabupaten Kulonprogo bagian utara dan Sleman bagian barat.
"Masuk awal musim hujan apabila dalam satu dasarian (sepuluh hari) curah hujan sama atau lebih besar dari 50 mm diikuti dua dasarian berikutnya dan konsisten per dasarian," kata Etik.
Menurut dia, awal musim hujan pada periode 2019/2020 diprakirakan lebih lambat dikarenakan faktor kondisi dinamis seperti munculnya Indian Ocean Dipole (IOD) positif atau anomali suhu muka laut di Samudra Hindia pantai timur Afrika hingga November 2019.
Selain itu, lanjut dia, suhu muka air laut sepanjang Agustus hingga Oktober 2019 di wilayah Indonesia bagian selatan (khususnya wilayah selatan Jawa hingga selatan Papua) diprediksi lebih dingin dibandingkan normalnya. Hal ini mengakibatkan proses penguapan air laut sulit terjadi sehingga potensi pembentukan awan-awan hujan juga menjadi berkurang.
"Peralihan angin timuran (angin pada musim kemarau) menjadi angin baratan (angin pada musim hujan) juga diprediksi akan terlambat, pada Agustus sampai Oktober 2019," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut dia, bila dibandingkan kondisi normalnya, awal musim hujan pada tahun ini diprakirakan lebih lambat satu sampai dua dasarian.
Awal musim hujan DIY terjadi pada Oktober dasarian ketiga di Kulon Progo bagian utara dan Sleman bagian barat. Meski demikian, musim hujan di DIY secara umum terjadi pada November 2019.
Meski belum memasuki musim peralihan menuju musim hujan, Etik mengimbau masyarakat serta petani perlu mewaspadai dampak negatif musim hujan seperti potensi banjir dan longsor terutama pada puncak musim hujan.
"Perlu diwaspadai wilayah yang rentan terhadap bencana tersebut serta potensi cuaca ekstrem, penurunan produksi tembakau, tanaman buah tropika dan penurunan rendemen tebu," kata dia.
Berita Lainnya
MU minat rekrut Harry Kane musim panas tahun lalu
Sabtu, 4 Mei 2024 15:09 Wib
BRIN: Petani disarankan percepat tanam padi
Jumat, 3 Mei 2024 17:36 Wib
Arne Slot pengganti Jurgen Klopp latih Liverpool musim depan
Minggu, 28 April 2024 20:51 Wib
Liga 1: Persebaya Surabaya ikat Bruno Moreira dua musim
Sabtu, 20 April 2024 17:58 Wib
Hujan lebat terpa Indonesia
Rabu, 17 April 2024 7:11 Wib
Ancaman cuaca ekstrem di Jateng diprakirakan hingga 18 April
Selasa, 16 April 2024 12:16 Wib
Ini tips cara hindari penipu online
Sabtu, 13 April 2024 16:18 Wib
Puluhan destinasi wisata gaet pelancong libur Lebaran 2024
Sabtu, 23 Maret 2024 7:55 Wib