Dinkes Gunung Kidul lakukan pengadaan 2.500 alat rapid test

id COVID - 19,Gunung Kidul,Rapid test,Dinkes Gunung Kidul,Transmisi lokal

Dinkes Gunung Kidul lakukan pengadaan 2.500 alat rapid test

Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Dewi Irawaty. (Foto ANTARA/Sutarmi)

pengadaan rapid test ini mendukung pelaksanaan tes massal yang berlangsung hingga Sabtu (16/5).
Gunung Kidul (ANTARA) - Dinas Kesehatan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, melakukan pengadaan 2.500 alat rapid test untuk mendukung program tes massal yang terus berlangsung.

Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Dewi Irawaty di Gunung Kidul, Jumat mengatakan pengadaan rapid test ini mendukung pelaksanaan tes massal yang berlangsung hingga Sabtu (16/5).

"Selain itu, dari sisi stok juga terus berkurang karena tes cepat terus digunakan. Untuk itu, kami tambah stok agar bisa digunakan untuk pengetesan. Saat ini masih dalam proses dan diharapkan selesai secepatnya," kata Dewi.

Baca juga: Warga reaktif COVID-19 di Gunung Kidul bertambah 10 orang

Ia mengatakan pelaksanaan tes secara massal merupakan alat deteksi dini untuk mencegah penyebaran COVID-19. Hal ini untuk menyikapi Kabupaten Gunung Kidul masuk zona merah transmisi lokal penyebaran COVID-19.

Namun demikian, hasil dari tes tidak bisa menjadi acuan utama karena untuk kepastian kasus positif harus melalui tes swab. “Tes cepat tetap dibutuhkan untuk antisipasi agar penyebaran tidak semakin luas,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyebaran dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Sumitro mengatakan saat ini, Dinkes Gunung Kidul sedang menargetkan 2.000 rapid test COVID-19 dalam rangka mencegah penyebaran virus tersebut.

Sumitro mengungkapkan stok yang dimiliki masih terbatas karena akan habis untuk pengetesan terhadap 2.000 warga di Gunung Kidul

Baca juga: Gunung Kidul berharap RS swasta terlibat rawat pasien COVID-19

Ia mengakui sasaran rapid test belum menyeluruh ke masyarakat secara umum karena tes difokuskan untuk ODP, PDP, tenaga mendis, pekerja migrant hingga masyarakat yang kontak dengan pasien positif.

"Pengadaan alat tes baru sangat dibutuhkan, terlebih lagi dengan adanya pelaksanaan tes cepat secara lebih massif. Adapun tujuannya agar stok yang dimiliki masih mencukupi," katanya.

Sumitro mengatakan pelaksanaan tes cepat harus ada prosedur yang ditaati. Sebagai gambaran, untuk warga yang terbukti reaktif hanya dilakukan sekali pengetesan karena akan dilanjutkan tes swab guna memastikan apakah positif terpapar atau tidak. Sedangkan bagi warga yang negatif, maka harus melakukan tes cepat sekali lagi. Adapun tes kedua dilaksanakan sepuluh hari setelah tes pertama dilaksanakan.

"Jadi harus ada stok agar tes kedua tetap bisa dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan,” katanya.