Menampilkan pertunjukan seni dan budaya di tengah pandemi

id Kesenian jatilan ,Disbud sleman ,Seni budaya Sleman ,Kesenian tradisional Sleman ,Pandemi COVID-19 ,Ketoprak

Menampilkan pertunjukan seni dan budaya di tengah pandemi

Sejumlah pemain kesenian tradisional Jatilan beraksi di Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (18/2/2017). Meski keberadaannya mulai tergeser dengan kesenian yang lebih modern, tari dengan menggunakan properti kuda lumping tersebut saat ini masih berkembang di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan masih banyaknya kelompok yang mementaskan serta meregenerasi penarinya. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Put)

Sleman (ANTARA) - Berbicara tentang seni budaya, tentu tidak bisa lepas dari sebuah pergelaran atau pementasan pertunjukan yang mengundang khalayak penikmat dalam jumlah banyak.

Sejak zaman dahulu, selain sebagai hiburan rakyat, pertunjukan seni budaya banyak digunakan sebagai media mengundang khalayak untuk kepentingan tertentu, bahkan sampai untuk kepentingan politik.

Masing-masing karya seni budaya tentunya juga memiliki kelompok penggemar, baik yang hanya sekadar penikmat sebagai penghilang penat, hingga penggemar fanatik.

Pertunjukan seni budaya juga memiliki andil yang tidak kecil dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, selayak pasar tiban di sekitar lokasi pertunjukan.

Tak sedikit lapak-lapak pedagang yang dibangun di sekitar panggung pertunjukan dengan menawarkan berbagi barang dan jasa, menjemput konsumen dari para penonton pertunjukan, mulai dari pedagang makanan, pedagang pakaian hingga mereka yang menawarkan jasa parkir kendaraan. Semua berupaya menjaring rezeki dari para penonton dan menghadirkan kemeriahan pesta rakyat.

Namun ketika bencana non-alam pandemi COVID-19 mulai masuk ke Indonesia pada sekitar Maret 2020, kemeriahan pesta rakyat tersebut menjadi lumpuh, bahkan mati suri.

Gelaran seni budaya pesta rakyat yang mengundang banyak penonton sesuai aturan protokol kesehatan jelas tidak bisa diselenggarakan untuk mencegah penyebaran dan penularan COVID-19.

Sejumlah kelompok seni budaya di Sleman juga tidak luput dari terhentinya pementasan, terutama atraksi seni budaya non-panggung, seperti pentas kesenian "jatilan" atau kuda lumping, badui, tari topeng "gedruk" dan lainnya.

Hampir semua jenis pentas seni budaya tersebut memilik magnet luar biasa untuk mengundang penonton. Bahkan, penonton kesenian tersebut dapat dikatakan selalu memadati batas "kalangan" (pagar semacam ring tinju) untuk menyaksikan langsung atraksi seni yang disuguhkan.

Jarak antara pemain atau penari yang pentas dengan penonton begitu dekatnya, bahkan antarmereka kadang terlibat interaksi.

Doni, Pimpinan Kelompok Jatilan Turonggo Buono dari Dusun Brayut, Pendowoharjo, Kabupaten Sleman, menyebutkan bahwa kesenian jatilan nyaris mustahil dipentaskan tanpa adanya penonton yang dapat melihat dekat dengan penari.

Para penonton sengaja ingin menyaksikan atraksi para penari saat mereka sedang ndadi atau proses saat penari kerasukan. Dalam proses ini yang ditunggu penonton adalah aksi-aksi tarian yang eksotis dan magis yang mengundang rasa penasaran penonton.

Para penari ini berjoget dengan iringan gamelan berupa tiga buah bende yang dipadukan dengan tabuhan gendang yang kadang dikombinasi dengan alat musik drum menampilkan gerakan-gerakan sesuai dengan karakter yang merasukinya.

Bisa jadi mereka berjoget ala "monyet" karena yang merasukinya dayakini merupakan ruh monyet, atau gerakan harimau dan lainnya, selain atraksi makan kembang, makan beling (pecahan kaca), termasuk juga mengupas kulit kelapa dengan menggunakan gigi.

Atraksi-atraksi inilah yang memaksa penonton berdesak ingin menyaksikan pentas jatilan dari dekat. Sehingga di masa pandemi ini serasa mustahil, karena penikmat tidak akan bisa melihat secara langsung aksi penari saat sedang ndadi.

Doni memastikan, pentas jatilan tidak akan menarik jika tidak ada adegan penari ndadi. Sehingga cukup sulit untuk mementaskan jatilan di panggung yang dibuat dengan pengaturan tempat duduk penonton, dan kecil punya pementasan jatilan dengan adegan ndadi dipentaskan di atas panggung. Karena tidak jarang penari yang ndadi akan berlari keluar kalangan.


Pentas di panggung

Berbeda dengan kesenian jatilan, ada beberapa pentas seni budaya yang dapat ditampilkan di atas panggung dengan pengaturan tempat duduk penonton atau dipentaskan secara daring melalui kanal media sosial, seperti ketoprak, wayang kulit, wayang wong, karawitan, mocopatan, geguritan dan lainnya.

Pentas seni budaya ketoprak, wayang kulit dan mocopatan sejak adanya era radio dan televisi sudah sering dipentaskan atau disajikan melalui media elektronik tersebut, baik secara langsung maupun rekaman. Dengan demikian pentas seni budaya ini di era pandemi COVID-19 tidak mengalami banyak kendala untuk dipentaskan melalui media elektronik, media sosial maupun kanal-kanal media lainnya.

Ditambah lagi seni ketoprak maupun wayang memiliki penikmat sendiri yang terbiasa menikmati tayangan pentas seni melalui media elektronik. Boleh dikata tidak sedikit kelompok masyarakat penikmat wayang kulit yang bersedia mendengarkan pagelaran wayang melalui siaran radio.

Dengan demikian, dengan pengemasan pentas seni melalui media sosial, termasuk Youtube, justru menambah referensi baru bagi para penggemar untuk dapat menikmati pagelaran seni budaya.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Aji Wulantara mengatakan selama pandemi COVID-19 ini tidak adanya pertunjukkan seni yang dihadiri oleh khalayak ramai secara langsung dikarenakan berpotensi melanggar protokol kesehatan dan bisa menjadi sumber penyebaran.

Oleh karena itu, membutuhkan solusi pendekatan pementasan pertunjukan seni dan budaya, salah satunya dengan menggunakan media virtual atau daring.

Dinas Kebudayaan Sleman memilih media Youtube yang bisa diakses dengan jangkauan luas dan sesuai dengan standard operational procedure (SOP) penanganan COVID-19, di samping itu sebagai alternatif karena keterbatasan anggaran.

Novendra Jordan dari Bidang Budaya Karang Taruna Kabupaten Sleman, berupaya mendukung pengenalan budaya baru di tengah COVID-19 dan berkomitmen untuk menyosialisasikannya kepada segenap generasi muda anggota Karang Taruna Sleman sampai tingkat paling bawah.



Susun SOP

Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman juga menyusun SOP atraksi budaya pada fase normal baru untuk memberikan ruang bagi para pelaku seni budaya dalam menampilkan karya.

Selain itu agar masyarakat tetap dapat menikmati atraksi-atraksi budaya yang banyak terdapat di Sleman.

Kegiatan atraksi seni dan budaya yang ditampilkan ke khalayak di era normal baru harus memenuhi SOP protokol kesehatan, sehingga harus ada SOP kegiatan seni dan budaya selama pandemi COVID-19.

Selama pandemi COVID-19 nyaris tidak ada kegiatan atraksi seni dan budaya yang dilakukan di hadapan khalayak. Begitu juga dengan kegiatan yang didanai oleh Dana Keistimewaan (Danais) Yogyakarta.

Meski selama pandemi COVID-19 ini tidak ada pergelaran seni budaya yang mengundang khalayak ramai, hal ini tidak menyurutkan insan seni budaya untuk tetap berkiprah.

Seperti yang dilakukan Pendamping Desa Budaya Sendangmulyo, Kecamatan Minggir, Sleman Harjiman yang menciptakan dan melantunkan naskah macapat dengan judul COVID-19 dengan tembang Mijil Raramanglung Pelog Bem Pocung Paseban Slendro Sanga.

Macapat merupakan seni sastra Jawa berupa puisi tradisional yang dibacakan dengan cara ditembangkan atau dilagukan. Macapat juga merupakan warisan budaya yang telah lama hidup dan berkembang di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, yang mempunyai nilai-nilai luhur dan layak untuk dipertahankan keberadaannya serta tetap harus diupayakan pelestariannya.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap karya sastra terutama Macapat bagi kalangan masyarakat di tengah perkembangan teknologi.

Di samping itu, sebagai sarana untuk melestarikan dan mengembangkan Macapat di Kabupaten Sleman di tengah pandemi COVID-19. Diharapkan, melalui kegiatan ini upaya pelestarian bahasa dan sastra Jawa dapat berlangsung dengan baik.

Lantunan naskah macapat dengan judul "COVID-19" ini dapat disaksikan dan dinikmati dalam link youtube Macapat COVID-19.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024