Sleman (ANTARA) - PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC) melakukan pengelolaan sampah di destinasi Candi Borobudur dan Candi Prambanan dengan mengolah sampah organik menjadi pupuk organik.
Marketing & Sales Vice President PT TWC Pujo Suwarno di Sleman, Senin, mengatakan bahwa program pengelolaan sampah di destinasi wisata TWC Borobudur dan TWC Prambanan ini menjadi salah satu upaya TWC untuk mengurangi tumpukan sampah serta merupakan bagian "waste management", yakni untuk mengubah sampah menjadi lebih bermanfaat.
"Penanganan isu pengelolaan sampah di destinasi wisata menjadi tanggung jawab bersama. Kolaborasi pemerintah, pelaku pariwisata, pengelola persampahan, masyarakat, bahkan wisatawan," katanya.
Menurut dia, guna mendukung penerapan "sustainable tourism" kebangkitan sektor pariwisata pascapandemi diharapkan dapat menjadi momen yang tepat untuk mendorong penerapan konsep "sustainable tourism" atau pariwisata berkelanjutan.
Konsep ini diangkat sebagai solusi menyelaraskan aspek ekonomi, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan di destinasi wisata, termasuk di dalamnya aspek pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
"Mari kita bersama mulai mengubah 'mindset' bahwa sampah ini masih dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi barang yang bernilai guna," katanya.
Ia mengatakan,TWC sudah mulai melakukan pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik secara rutin dan berkelanjutan di destinasi TWC Borobudur dan TWC Prambanan.
"Tempat pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik berada di area Kantor Pertamanan, Kompleks TWC Borobudur dan TWC Prambanan," katanya.
Pujo mengatakan, dalam proses pembuatan pupuk itu sendiri melalui beberapa tahapan, yaitu pengangkutan sampah organik oleh petugas kebersihan menggunakan truk.
"Sampah dibawa ke tempat pemilahan sampah organik. Setelah dipilah, sampah organik dikeringkan. Selanjutnya sampah organik dimasukkan ke tempat khusus (bedeng) untuk difermentasi," katanya.
Ia mengatakan, proses fermentasi sampah ddengan menambahkan bahan fermentator seperti EM4, sari tebu, dan kotoran hewan.
Setelah itu ditutup sampai rapat selama 21-30 hari dengan beberapa periode tertentu, diaduk agar bahan fermentator tercampur rata.
Hasil fermentasi sampah lalu diangin-anginkan untuk nantinya masuk proses penggilingan. Setelah selesai digiling, kemudian disaring untuk mendapatkan pupuk yang lebih halus dan
terpisah dari sisa sampah anorganik, pupuk organik lalu dikemas ke dalam karung. Pupuk organik siap digunakan.
"Pupuk organik yang kami hasilkan ini sudah terdistribusi untuk dijual kepada masyarakat, terutama para petani, dengan harga jual yang tentunya masih sangat terjangkau di kalangan masyarakat," katanya.
Ia mengatakan, untuk sampah anorganik seperti sampah plastik, PT TWC baru merancang program pengelolaannya menjadi barang yang lebih bermanfaat, serta kegiatannya melibatkan wisatawan.
Berita Lainnya
SPSL kelola BMTH Pelabuhan Benoa, Bali, jadi pusat pariwisata
Rabu, 8 Mei 2024 7:34 Wib
Sri Sultan HB X optimistis kabupaten/kota mampu kelola sampah mandiri
Rabu, 8 Mei 2024 0:05 Wib
Wapres sebut tata kelola perlindungan pekerja migran Indonesia dikaji ulang
Minggu, 5 Mei 2024 19:41 Wib
Pemkab Bantul tingkatkan kapasitas kelola sampah di TPST tingkat kelurahan
Jumat, 3 Mei 2024 18:36 Wib
RI usung pendekatan budaya lokal terkait tata kelola air di WWF
Rabu, 24 April 2024 15:57 Wib
Blibli- EcoTouch kelola limbah fesyen di Indonesia
Rabu, 24 April 2024 4:55 Wib
PT Pertamina-Eni Italia kelola hulu migas
Sabtu, 20 April 2024 15:19 Wib
Seseorang terjangkiti "post holiday blues", simak penyebabnya
Rabu, 17 April 2024 5:27 Wib