Komisi A DPRD DIY napak tilas sejarah, terkesan dengan Bung Karno pemberi nama Masjid Gunung Jati Cirebon

id eko,DPRD DIY

Komisi A DPRD DIY napak tilas sejarah, terkesan dengan Bung Karno pemberi nama Masjid Gunung Jati Cirebon

Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto (Istimewa)

Yogyakarta (ANTARA) - Upaya menanamkan rasa cinta tanah air dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman sejarah dan budaya bangsa Indonesia, salah satunya melalui kunjungan ke museum dan situs bersejarah.

Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto, menegaskan pendidikan kebangsaan memiliki peran strategis dalam meneguhkan karakter seluruh warga, termasuk generasi muda.

"Ada yang luar biasa jika kita menengok kembali apa yang dilakukan oleh Presiden Sukarno di Cirebon. Kita bisa telusuri warisan beliau, bagaimana menghadirkan Masjid Sunan Gunung Jati di Cirebon dan latar sejarahnya perlu kita gali bersama. Alhamdulillah, tadi berkesempatan melaksanakan salat Ashar berjamaah di Masjid Gunung Jati," ujar Eko Suwanto, Senin (18/2/2025).

Dalam kunjungan ke Cirebon, Komisi A DPRD DIY bersama awak media dari Yogyakarta menyempatkan diri mengunjungi sejumlah lokasi bersejarah yang berkaitan dengan pembelajaran Pancasila di berbagai daerah.

Eko Suwanto menyatakan salah satu pelajaran penting dari Cirebon adalah bagaimana pemerintah memberi perhatian pada tiga aspek utama. Pertama, ilmu pengetahuan harus diiringi dengan riset agar naskah sejarah yang dipelajari memiliki keotentikan. Kedua, pentingnya pembangunan museum sebagai wadah edukasi. Ketiga, perlunya pembuatan film atau buku untuk mendokumentasikan sejarah agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.

"Pemda DIY ke depan perlu merealisasikan kerja sama dengan berbagai pihak guna mewujudkan pembelajaran Pancasila dan wawasan kebangsaan. Di Cirebon, kita melihat bagaimana kerukunan dan budaya hadir dalam kehidupan masyarakat yang rukun," ujar Eko Suwanto.

Seorang ahli budaya Cirebon, Jajat, menjelaskan Presiden Sukarno pernah berdialog dengan masyarakat Cirebon dan pada tahun 1960 memberikan nama Masjid Sunan Gunung Jati sebagai bentuk penghormatan. Masjid tersebut berdiri di atas tanah wakaf Hj. Siti Garmini Sarojo.

"Pada 17 Agustus 1960, Garmini, yang juga istri Sultan Hasanuddin IV dari Keraton Kanoman, Cirebon, mewakafkan lahan seluas sekitar 500 meter persegi untuk pembangunan masjid," ungkap Jajat.

Masjid Sunan Gunung Jati Garmini, yang terletak di Jalan Kesambi, Kecamatan Kesambi, Cirebon, menyimpan kisah yang menggambarkan sisi religius Sukarno. Awalnya, lahan masjid tersebut merupakan area persawahan milik Hj. Siti Garmini Sarojo, seorang tokoh perempuan Cirebon yang juga aktif di Nahdlatul Ulama (NU).

Jajat menekankan catatan sejarah dan budaya jangan sampai dilupakan oleh generasi saat ini. Seiring berjalannya waktu, perhatian Bung Karno terhadap sejarah, budaya, dan agama menjadi bukti nyata pemikirannya.

"Jadi, jangan ajari toleransi kepada orang Cirebon, karena kami sudah lama menjalankannya," kata Jajat.

Eko Suwanto menambahkan, relasi Bung Karno dengan Islam dan budaya sangat erat. Salah satu contohnya adalah pertemuannya dengan pemimpin Soviet yang diiringi dengan kunjungan ke makam Imam Bukhari.

"Kalau di Yogyakarta ada Masjid Syuhada, di Cirebon pada 1960 Bung Karno berdialog dengan masyarakat dan memberikan nama Masjid Sunan Gunung Jati. Ini merupakan bentuk penghormatan serta penguatan bagaimana Islam berdampingan dengan berbagai elemen lain. Ke depan, Pemda DIY perlu mengembangkan museum untuk menyampaikan pendidikan sejarah kepada generasi penerus. Bung Karno memiliki catatan sejarah besar dalam budaya dan sejarah Indonesia," tutur Eko Suwanto.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY, Umarudin Masdar, menegaskan masjid bersejarah yang dikunjungi dan digunakan oleh Bung Karno memiliki makna mendalam.

"Bung Karno dengan nasionalismenya mampu menyatukan agama dan kebudayaan. Beliau selalu mengenakan pakaian adat Cirebon saat berkunjung ke masjid ini. Islam dan budaya berpadu dalam kehidupan masyarakat. Kita akan berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan DIY untuk merawat dan memfasilitasi kaum muda agar bisa belajar sejarah. Generasi Z dan milenial perlu melakukan kunjungan sejarah, sehingga selain beribadah, mereka juga dapat belajar sejarah," kata Umarudin Masdar.