Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya mengembangkan program pertanian perkotaan yang diinisiasi dalam bentuk lorong atau kampung sayur, salah satunya dengan mengemasnya dalam balutan ekonomi kreatif.
“Lahan yang digunakan untuk pertanian perkotaan sangat terbatas, biasanya hanya pekarangan di depan rumah bahkan lorong-lorong permukiman. Makanya, perlu dikemas sebagai ekonomi kreatif agar membuahkan hasil yang optimal,” kata Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Imam Nurwahid di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, balutan ekonomi kreatif dalam pengembangan kampung sayur akan memungkinkan pengelola untuk terus berinovasi sehingga kampung sayur akan tetap berjalan secara berkesinambungan dan memberikan dampak yang lebih optimal ke masyarakat dari berbagai sisi.
Baca juga: Inovasi kampung sayur bantu meningkatkan skor PPH Yogyakarta
“Tidak hanya dari segi pemenuhan ketahanan pangan saja tetapi juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat,” katanya.
Penerapan kebijakan “dari Yogyakarta untuk Yogyakarta”, lanjut dia, juga bisa menjadi pendukung untuk menjaga keberlangsungan pengelolaan kampung sayur.
“Setiap kampung sayur atau kelompok tani tentu memiliki produk unggulan. Setiap produk bisa diputar di antara kelompok tani untuk saling memenuhi kebutuhan,” katanya.
Ia pun mencontohkan, sejumlah kelompok tani mampu memproduksi media tanam, bahkan pemerintah daerah juga sudah berupaya membuatkan rumah bibit meskipun sederhana.
Selain itu, ada pula kelompok tani yang bisa mengolah sampah organik yang menghasilkan pupuk cair.
“Jika setiap kelompok bisa saling memenuhi kebutuhan dari kelompok lain, sehingga produksi yang dihasilkan kampung sayur akan otomatis terserap,” katanya.
Meskipun demikian, Imam juga menyebut, intervensi pemerintah daerah juga tetap dibutuhkan untuk menjaga agar ada kesinambungan kegiatan di setiap kampung sayur, khususnya yang menjadi binaan pemerintah daerah.
“Caranya dengan membeli produk yang dihasilkan kampung sayur. Bisa bekerja sama dengan kelompok kuliner yang masuk program Gandeng Gendong. Kelompok kuliner membeli bahan dari produk kampung sayur,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Imam, pengelola kampung sayur di Kota Yogyakarta bisa menjadi lebih bersemangat untuk menjaga agar kampung sayur yang dikelolanya bisa berjalan berkesinambungan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, Imam mengatakan, ada beberapa model pemasaran produk kampung sayur, yaitu donasi atau diberikan ke posyandu dan ibu rumah tangga di sekitar kampung sayur.
Selain itu, ada pula kampung sayur yang menjual produk dengan sistem jual beli yang variatif misalnya dijual ke masyarakat atau warung di sekitar untuk memastikan agar perputaran modal terjaga.
“Ada pula produk yang sudah dijual ke pasar secara manual atau secara daring,” katanya.
Saat ini, total kampung sayur di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 115 kampung dan Imam menyebut belum semuanya berjalan secara optimal karena berbagai sebab, di antaranya cuaca atau pengelola yang sibuk dengan kegiatan lain.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta optimalkan kampung sayur dukung ketahanan pangan