Sejumlah orang diduga jadi korban penipuan investasi hotel di Yogyakarta

id korban penipuan investasi

Sejumlah orang diduga jadi korban penipuan investasi hotel di Yogyakarta

Kuasa hukum dan para korban penipuan investasi hotel saat menunjukkan surat laporan ke Polda DIY (ANTARA/HO-RTD)

Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah orang yang merupakan pemegang saham PT Garuda Mitra Sejati (GMS) diduga menjadi korban penipuan investasi hotel di Yogyakarta.

"Korban telah melaporkan terduga pelaku berinisial SKN ke Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," kata kuasa hukum korban Julius Rutumalessy di Yogyakarta, Jumat.

Julius Rutumalessy mengemukakan, salah seorang korban yang juga pemegang saham PT GMS yakni Anton Juwono melaporkan kasus tersebut ke Polda DIY pada tanggal 8 Desember 2023.

"Korban memohon kepada Kapolda DIY agar benar-benar memberikan perhatian khusus dalam penyelesaian kasus dugaan tindak pidana penipuan ini, dan ingin segera ditingkatkan status pemeriksaan perkara pada tahap penyidikan, untuk selanjutnya dapat dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri," katanya.

Menurut dia, kejadian ini bukan kali pertama. SKN diduga menggunakan modus operandi yang sama di beberapa tempat yang lainnya, salah satunya di PT Kaliurang Maju Bersama.

"Bahkan, sudah dilaporkan oleh para pemegang saham perusahaan tersebut ke Polda DIY. Laporan ini bisa dicek di Polda DIY," ujarnya.

Julius Rutumalessy mengungkapkan dugaan penipuan bermula saat PT GMS menawarkan penambahan saham sebanyak 49 lembar dengan harga Rp1,160 miliar per lembar kepada para pemegang saham pada tahun 2018.

SKN selaku direktur utama membeli 24 lembar. Pembayarannya berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada waktu itu disepakati secara tunai.

Dalam praktiknya, SKN tidak membayar saham sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. SKN membayar dengan menerbitkan 24 lembar cek atau bilyet giro yang masing-masing cek bernilai Rp1,160 miliar.

"Namun, dari puluhan cek itu hanya satu yang bisa dicairkan oleh PT GMS. Sampai jatuh tempo pada bulan Mei 2018 hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan, sedangkan 23 cek lainnya tidak bisa dicairkan," katanya.

Pada Maret 2019, direksi PT GMS melakukan tindakan yang tidak dikomunikasikan terlebih dahulu dengan para pemegang saham, dan secara sepihak mengambil tindakan-tindakan yang diduga menguntungkan SKN yang saat itu menjabat direktur utama.

"Tindakan direksi yang menguntungkan SKN antara lain 23 cek tidak bisa dicairkan tetapi pembelian saham tidak dibatalkan, pembayaran yang disepakati secara tunai tetapi secara sepihak diubah menjadi tukar guling dengan aset yang dimiliki SKN," kata Julius.

Dengan demikian, menurut dia, tidak ada setoran modal dalam proses pembelian saham itu kepada PT GMS, karena yang terjadi adalah proses tukar guling dengan aset berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri hotel di kawasan Kota Yogyakarta.

"Proses tukar guling yang dilakukan SKN secara hukum bermasalah karena dilakukan di bawah tangan, tidak ada akta nota riilnya. Apalagi, aset yang akan ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di Bank Bukopin oleh SKN untuk keperluan perusahaannya yang lain," tutur Julius.

Berhubung tidak ada akta nota riil, menurut dia, maka proses penyertaan modalnya menjadi bermasalah. Secara normal dalam praktik hukum, ketika seseorang menyertakan modal berupa aset maka harus ada akta inbreng untuk memasukkan aset itu menjadi aset perusahaan.

"Aset yang masih dijaminkan di Bukopin akhirnya tidak bisa dibuatkan akta nota riil, sehingga akta inbreng pun tidak terjadi. Efeknya sampai sekarang aset itu masih atas nama SKN belum atas nama PT GMS," ujarnya.

Julius menyebutkan kerugian yang dialami PT GSM antara lain tidak mendapatkan tambahan modal dari 24 saham yang diambil SKN karena tidak ada pembayaran senilai Rp26 miliar.

Selain itu, PT GMS harus menanggung beban utang ke Bukopin karena aset yang ditukargulingkan oleh SKN masih dijaminkan dan belum lunas pembayarannya.

"PT GMS yang menaungi usaha di bidang mal dan perhotelan yaitu Jogja City Mall, Sleman City Hall, dan Hotel Rich ini harus menanggung beban utang SKN di Bank Bukopin," kata Julius.

Mantan Direktur Umum PT GMS yang juga terlapor GSS mengakui ada penyimpangan dalam pembelian 24 lembar saham oleh SKN, karena pada waktu itu aset Hotel Top Malioboro masih dijaminkan di Bukopin.

"Kami tidak tanya kepada Bukopin, yang penting SKN itu sah untuk 24 sahamnya. Pada waktu itu 24 saham sudah disahkan dan para owner tidak tahu kalau SKN membeli dengan tukar guling," katanya.

"Setelah itu terjadi polemik dan kami juga memikirkan kalau tidak ada perjanjian jual beli (PJB)-nya yang dibuat notaris bagaimana ini. Direksi PT GMS kemudian membuat PJB tanpa notaris," kata GSS.

Akhirnya, menurut dia, dibuat PJB tanpa notaris. Pada waktu itu harganya dibuat Rp45 miliar, meskipun aslinya hanya Rp21 miliar.

"Saya akui salah membuat PJB tanpa notaris yang akhirnya merugikan PT GMS. Saya tidak mau lepas tangan dan siap menerima risiko dari kejadian itu secara hukum," tuturnya.

Sementara itu, saat coba dihubungi awak media, pihak SKN masih belum merespons terkait kasus yang menyeretnya.