PHRI dan GIPI DIY dukung legalisasi miras diperketat

id phri,gipi,diy

PHRI dan GIPI DIY dukung legalisasi miras diperketat

Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono (ANTARA/HO-PHRI DIY)

Yogyakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY mendukung penguatan aturan hukum (legalisasi) penjualan minuman beralkohol (mihol) atau minuman keras (miras).

PHRI DIY dan GIPI DIY menilai legalisasi penjualan Miras diperlukan justru agar pemerintah bisa melakukan kontrol. Kontrol pemerintah dibutuhkan agar penjualan miras tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat, termasuk sektor pariwisata yang menjadi andalan pendapatan daerah di DIY.

Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono menuturkan, sebagai bagian dari industri pariwisata, PHRI DIY mendukung adanya pengetatan pelaksanaan legalisasi penjualan mihol atau  miras.

Deddy menandaskan, kendati pariwisata di DIY yang menonjolkan budaya, namun miras menunjang sektor pariwisata, terutama untuk wisatawan asing.

Menurut dia, terkait legalisasi miras sebenarnya sudah ada peraturan baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah yang memperbolehkan penjualan miras. Peraturan tersebut di antaranya khusus untuk hotel dan restoran Bintang 3 ke atas. Bahkan, ketersediaan miras ini menjadi salah satu syarat atau kriteria bisa dikategorikan hotel atau restoran Bintang 3 ke atas. 

"Sekali lagi, kalau anggota kami (PHRI) khusus hotel Bintang 3 ke atas dan restoran Bintang 3 ke atas yang diperbolehkan menjual miras sesuai perundang-undangan, baik itu izin-izinnya yang harus lengkap dan bea cukai yang juga harus dipenuhi bagi yang menjual miras tersebut,” ujarnya di Sleman, Rabu (2/10).

Deddy menjelaskan, legalisasi miras penting agar penjualan miras bisa dikontrol sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik undang-undang (UU) maupun peraturan daerah (perda). Justru jika legalisasi miras dicabut, yang muncul adalah penjual miras ilegal dan dampaknya lebih berbahaya bagi masyarakat karena tidak bisa dikontrol, seperti memicu kejahatan jalanan.

Jika dampak negatif miras ilegal tersebut terjadi, kata dia, maka sektor wisata akan terpengaruh, karena Yogyakarta tidak kondusif. Selain itu, penjual miras ilegal tidak memberikan kontribusi pajak dan retribusi yang menunjang pendapatan daerah.

"Kami dari BPD PHRI DIY sangat setuju dengan legalisasi penjualan miras di DIY sesuai dengan undang-undang maupun peraturan daerah, baik DIY maupun kabupaten dan kota, karena legalisasi ini akan bisa memudahkan PHRI DIY juga mengontrol anggota-anggotanya dan juga menambah PAD kabupaten/kota yang menjual," ujarnya.

"Kalau anggota kami khusus hotel Bintang 3 ke atas dan restoran Bintang 3 ke atas yang diperbolehkan menjual minuman keras sesuai perundang-undangan, baik izin-izinnya yang harus lengkap dan bea cukai yang juga harus dipenuhi yang menjual miras tersebut. Sekali lagi PHRI ingin mendorong legalitas dari penjualan miras ini," kata Deddy Pranowo Eryono.

Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) GIPI DIY Bobby Ardyanto yang mengakui jika miras menjadi salah satu pendukung sektor pariwisata di DIY, sehingga perlu adanya aturan dan regulasi yang mengatur agar bisa dikontrol pemerintah. Penegakan peraturan soal penjualan miras diperlukan untuk mendukung pariwisata di DIY.

"Yogyakarta hidup dari pariwisata dan sebagian besar yang menjadi pasar kita adalah wisatawan mancanegara, khususnya Eropa yang memang membutuhkan beberapa hal, termasuk minuman beralkohol yang menjadi bagian kebutuhan mereka,” katanya, Kamis (3/10).

Terkait fenomena di masyarakat yang meminta pemerintah daerah untuk mencabut izin perdagangan miras terutama di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, Bobby menilai hal itu perlu disikapi dengan bijak. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan koordinasi dan pengawasan.

GIPI merekomendasikan agar regulasi dan aturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan penjualan miras harus ditegakkan. Tujuannya, agar tidak menimbulkan dampak negatif yang bersinggungan langsung dengan kehidupan, adat, dan budaya di masyarakat. 

"Kita perlu mengedukasi masyarakat mengenai bagaimana miras ini bukan sebagai sesuatu hal yang negatif, tetapi ini adalah bagian atau supporting kita yang menjadi tuan rumah pariwisata di Yogyakarta. Sekali lagi, bagaimana perlindungan untuk masyarakat lokal, tentunya menjadi prioritas utama," ujarnya.
 
GIPI merekomendasikan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah agar memperketat pengawasan terhadap aturan terkait lokalisasi tempat atau kawasan yang diperbolehkan untuk menjual miras. 

Menurut dia, pemerintah perlu melokalisir, membuatkan satu perizinan berdasarkan lokus-lokus yang memang itu menjadi sisi supporting pariwisata tetapi tidak menjadi suatu langkah kontraproduktif buat masyarakat. Ini menjadi hal penting yang harus diperhatikan, untuk menghindari dampak yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.

"Sekali lagi bagaimana kita bisa menghadapi permasalahan ini dengan bijak dan harapannya memberikan manfaat dan kenyaman untuk kita bersama. Perlindungan masyarakat lokal menjadi hal prioritas, tetapi juga bagaimana sisi penguatan kebutuhan dari sisi pariwisata ke depan juga bisa dilakukan. Intinya adalah penegakan regulasi miras ini menjadi langkah bijak untuk perkembangan pariwisata ke depan tanpa memberikan efek negatif kepada masyarakat," kata Bobby Ardyanto.