Jakarta (Antara Jogja) - "Hanya ada satu mata uang yang berlaku di
mana-mana. Bukan Gulden Negeri Belanda, bukan Deutche Mark Jerman, bukan
Poundsterling Inggris, dan bukan pula Dolar Amerika. Mata uang itu
bernama kejujuran."
Untaian kalimat di atas merupakan rangkuman
catatan perjalanan jurnalistik Adinegoro (1904—1967) saat menjelajahi
Benua Eropa mulai medio 1926 di usia 22 tahun. Pria bernama lahir
Djamaluddin Gelar Datuk Madjo Sutan itu rajin mengirimkan artikelnya ke
sejumlah media di Indonesia, terutama ke Pandji Poestaka dan Pewarta
Deli.
Kejujuran. Tabiat ini menjadi hal penting bagi Adinegoro,
secara pribadi maupun profesinya. Meminjam pemikiran filsuf Jerman,
Arthur Schopenhauer (1788 – 1860) yang banyak menelaah
estetika-moralitas dan psikologi, maka catatan Adinegoro mengenai
kejujuran bukanlah tabiat sesaat. Melainkan, tabiat yang lahir, terdidik
dan terbentuk lingkungan, serta terwujud dalam perilaku sekaligus
karya.
Tapa laku Adinegoro patut menjadi cermin bagi para
pemangku kepentingan jurnalisme di Indonesia yang memperingati Hari Pers
Nasional (HPN) pada 9 Februari 2016, dan acara puncaknya berlangsung di
Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Bersama tokoh pers
kemerdekaan Republik Indonesia, ia turut memprakarsai didirikannya
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo, 9 Februari 1946. Momentum
itu menjadi dasar Keputusan Presiden nomor 5 tanggal 23 Januari 1985
ditandatangani Presiden Soeharto menjadi Hari Pers Nasional.
Adinegoro,
yang lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, menjadikan laporan
perjalanan jurnalistiknya selama di Benua Biru menjadi buku berjudul
"Kembali Dari Perlawatan ke Europa". Halaman pembukanya bertuliskan
“Ditjitak dan Didjoeal oleh NV Handel MIJ & Drukkerij Sjarikat
Tapanoeli, Medan-Deli” pada Juli 1930.
Dengan dicetak dan dijual
NV Handel MIJ & Drukkerij, maka Adinegoro saat itu telah punya nama
atau reputasi tinggi sehingga catatan perjalanan jurnalistiknya setebal
89 halaman tersebut langsung menjadi referensi dan komersial.
Dalam
menyampaikan gagasan tertulisnya itulah kejujuran sekaligus keberanian
Adinegoro terlihat jelas. Ia menuliskan nama Indonesia dalam setiap
menyebutkan nama negerinya. Bukan Hindia Belanda. Bahkan, di halaman 29
buku tersebut Adinegoro membuat catatan perjalanan sekaligus analisis
bertajuk “Europa, Holland dan Indonesia”.
Karya ini secara
analisa isi sangat berisiko pada zamannya lantaran menelaah kemajuan
masyarakat Benua Biru, terutama Negeri Belanda, dan Indonesia yang di
halaman 28 disebutnya memasuki "zaman nasionalisme dan
internasionalisme", serta "bukankah Indonesia besarnya ada lebih kurang
enam puluh kali sebesar Nederland."
Kemudian, Adinegoro di
halaman 30 menyampaikan telaahnya bahwa Belanda (Nederland) terjepit
negara-negara besar di Eropa, terutama Prancis, Jerman dan Inggris. Ia
pun membandingkan koran di dua negeri Eropa.
"Bandingkan saja
koran Times, yang terbit di London. Kalau kita membacanya, segenap badan
kita tertutup oleh satu halaman koran Inggris itu. Koran yang
sebesar-besarnya di negeri Belanda, yaitu De Nieuwe Rotterdammer, tidak
seperdua besarnya dari Times," catatnya.
Jurnalisme Adinegoro
senantiasa dibangunnya atas dasar fakta, bernama sumber dan data
kredibel. Tidak tanggung-tanggung, ia menempatkan ilmu jurnalistik bukan
sekadar cerita biasa. Lantaran ia mampu memberikan referensi terinci
mengenai apa yang dituturkan kaya bacaan.
Bahkan, ia senantiasa
melengkapi foto, sesekali sketsa grafis dan potongan peta lokasi
tempatnya bercerita dari sudut pandang dunia dan bangsa Indonesia. Ia
pun mencermati bagaimana syarat menjadi wartawan profesional dan
bermitra dengan politisi maupun pekerja hubungan masyarakat (public relations).
Dalam ukuran zaman itu, Adinegoro berkinerja reporter sekaligus fotografer, infografer dan kartografer atau multitasking. Ia pun kompeten menggunakan berbagai format alat kerjanya mulai dari mesin ketik hingga teleks/radiogram atau multiplatform.
Kemudian, ia sangat memahami bahwa karya jurnalistiknya dapat bermanfaat menjadi produk bersarana informasi multichannel, yakni koran, jurnal, buku dan bahan siaran radio. Selain multitalenta, Adinegoro telah menerobos babak awal zaman multimedia jelang Indonesia merdeka. Ia juga membidani didirikannya Radio Republik Indonesia (RRI) Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1945.
Komplit sudah sosok wartawan multitasking, multiplatform, multichannel dan multimedia dalam sosok Adinegoro. Bisa dibayangkan, apa jadinya bila di tangan Adinegoro saat itu sudah ada gawai (gadget) terhubung Internet?
Saat
menyiapkan buku "Kembali Dari Perlawatan Ke Europa", Adinegoro sudah
menyelesaikan kitab bertitel "Melawat ke Barat, Menjajah Tanah Dingin"
yang kemudian diterbitkan Balai Poestaka, Batavia Centrum, 1931.
Buku ini terbit dalam tiga seri (trilogi) yang semuanya membongkar kebudayaan Eropa dalam perspektif dunia dan bangsa Indonesia.
Kemudian,
ia makin tajam menuangkan gagasan melalui buku "Falsafah Ratu Dunia"
(Penerbit Balai Poestaka, Jakarta, 1949), "Atlas Indonesia" (Penerbit NV
Djambatan, Jakarta, 1952) dan "Ensiklopedi Umum dalam Bahasa Indonesia"
(Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1953).
Bila menganalisa isi
karya Adinegoro, maka mencerminkan karakter mata uang universal yang
selalu dibawanya, yakni kejujuran. Dalam laporan jurnalistik dan
bukunya, ia mengindonesiakan penggunaan kata Celebes menjadi Sulawesi, Borneo menjadi Kalimantan, Buitenzorg menjadi Bogor dan Batavia menjadi Jakarta.
Tokoh
pers Jakob Oetama, yang juga pendiri dan pemimpin kelompok
Kompas-Gramedia, mengemukakan: "Saya kurang beruntung tidak terlalu
mengenal secara pribadi tokoh sebesar Adinegoro. Namun, saya beruntung
sekali jauh mengenal sosok beliau dari apa yang disampaikan senior pers
kita, Rosihan Anwar."
Pak Jakob, demikian sapaan akrab bagi Jakob
Oetama, mengakui bahwa Rosihan Anwar (1922—2011) dalam banyak peristiwa
mengemukakan pemikiran dan cerita berkaitan dengan Adinegoro.
"Salah
satu yang saya ingat, karena Pak Ros sering mengatakan ke saya, adalah
Adinegoro itu seorang yang jujur pada diri sendiri dan profesi yang
dijalaninya. Prinsip hidupnya kuat," kata Pak Jakob, di sela-sela
menerima "Spirit Jurnalisme" dari komunitas HPN di Jakarta, 19 April
2011.
Selain itu, ia pun berujar, "Saya ini awalnya guru, yang
kemudian belajar ilmu wartawan. Buku 'Falsafah Ratu Dunia' dari
Adinegoro itu babonnya buku jurnalisme di Indonesia. Saya dulu juga
membawanya ke mana-mana, dan selalu mencoba mempraktikan."
Tak
salah pula manakala Pak Jakob mengemukakan, "Falsafah Adinegoro memang
layak menjadi anugerah jurnalistik, walau memang rasanya belum cukup
karena beliau adalah patron, sosok ideal wartawan sekaligus pemikir yang
melampaui zamannya."
Penekanan "Falsafah Adinegoro" agaknya
menjadi satu tantangan kekinian. Tatkala Adinegoro pada 1930-an berani
dan jujur mengungkapkan "zaman nasionalisme dan internasionalisme"
bangsa Indonesia, tetapi kini masih banyak pihak di negeri ini justru
galau menghadapi persaingan global. Bahkan, masih ada yang gagap
bersaing di lingkup Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Perusahaan
pers nasional pun banyak yang gencar berpromosi menerapkan konvergensi
"multitasking, multiplatform, multichannel dan multimedia", namun
sebagian besar wartawan di negeri ini masih menempati tingkat
kesejahteraan di bawah upah perusahaan pers asing yang berkantor cabang
di Jakarta.
Memaknai ini semua, maka selain adanya "Revolusi
Mental" yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), bisa jadi bangsa
ini –notabene pers Indonesia-- juga memerlukan "Gerakan Rindu
Adinegoro". Rindu akan kejujuran kepada diri dan profesi.
Berita Lainnya
Rusia siap damai "jujur" dengan Ukraina
Jumat, 5 April 2024 21:04 Wib
PT Jujur Kinaryo Projo beri klarifikasi terkait polemik konsumsi pelantikan anggota KPPS Sleman
Selasa, 13 Februari 2024 11:28 Wib
Mahfud Md ingatkan pentingnya jujur dan jangan culas
Jumat, 2 Februari 2024 12:23 Wib
Kenang Perundingan Linggarjati, Eko Suwanto: Pemimpin harus berarkakter kuat, jujur, dipercaya
Sabtu, 27 Januari 2024 6:12 Wib
Prabowo: Disanksi pejabat tak jujur laporkan LHKPN
Kamis, 18 Januari 2024 4:26 Wib
ibunda berpesan kepada Mahfud MD agar lurus dan jujur
Kamis, 19 Oktober 2023 17:27 Wib
Seniman perempuan harus jujur dalam berkarya, ungkap ilustrator
Kamis, 12 Oktober 2023 7:21 Wib
KPU Sleman komitmen memegang prinsip jujur pada Pemilu 2024
Senin, 21 Agustus 2023 21:40 Wib