Masyarakat Bantul gelar tradisi "nyadran" jelang Ramadhan

id Masyarakat Bantul gelar tradisi nyadran jelang Ramadhan

Masyarakat Bantul gelar tradisi "nyadran" jelang Ramadhan

Tradisi Nyadran Empat Agama. Sejumlah warga menyantap nasi Tumpeng bersama saat dilangsungkan tradisi Nyadran Kubur di areal pemakaman Desa Kemiri, Kaloran, Temanggung, Jateng, Jumat (29/5/15). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Bantul, (Antara Jogja) - Sebagian masyarakat wilayah Kecamatan Pandak dan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar tradisi "nyadran" di Makam Sewu Wijirejo untuk mendoakan para leluhur menjelang bulan Ramadhan 1437 Hijriah.

"Upacara `nyadran` yang sudah menjadi tradisi dan warisan menjelang bulan Ramadhan ini dilaksanakan untuk mengirim doa sebagai wujud bakti terhadap leluhur," kata Ketua Panitia Nyadran Makam Sewu, Haryadi di sela kegiatan itu, Senin.

Menurut dia, kegiatan "nyadran" sebenarnya tidak hanya diadakan di Makam Sewu, namun di tempat lain juga mengadakan kegiatan serupa, karena kegiatan tradisi ini merupakan ajaran dari para wali, bahwa sebelum menghadapi bulan puasa umat Muslim harus membersihkan hati dan diri.

"Jadi bukan hanya membersihkan hati antara hubungan kita dengan Tuhan, namun juga untuk hubungan kita dengan para leluhur dan orang tua yang sudah meninggal," katanya.

Haryadi mengatakan, tradisi ini erat kaitannya dengan keberadaan Panembahan Bodho alias Raden Trenggono sebagai penyebar agama Islam, yang dinilai memiliki jasa yang besar dan banyak meninggalkan bukti sejarah penyebaran agama Islam di antaranya Masjid Kauman Yogyakarta.

Ia mengatakan, kata "nyadran" yang sering disebut masyarakat tersebut berasal dari bahasa Arab "Yadarona", yang menurut ajaran wali dahulu menjelang Ramadhan disunahkan untuk ziarah kubur dan sebelum masuk makam disunahkan membaca bacaan tersebut.

Tradisi "nyadran" yang diikuti warga dari tiga pedukuhan wilayah Wijirejo (Pandak) serta Guwosari dan Sendangsari (Pajangan) itu dimulai dengan kirab mengarak gunungan dan jodhang dari balai desa Wijirejo menuju pendopo Makam Sewu.

Setelah berkumpul di pendopo makam tersebut prosesi doa dilaksanakan dan setelah selesai, gunungan berisi hasil bumi yang diarak itu diperebutkan masyarakat yang datang, karena oleh warga dipercaya bisa mendapat keberkahan.

Salah satu warga setempat, Sumarni mengatakan selalu mengikuti tradisi "nyadran", karena selain menjaga tradisi yang sudah turun temurun, kegiatan ini juga untuk mendoakan leluhur dan orang tua.

"Selalu ikut setiap tahun jelang puasa, karena makam orang tua juga di sini, jadi untuk mendoakan orang tua untuk memohonkan ampunan dosa sebelum menghadapi bulan Ramadhan," katanya.

(T.KR-HRI)