Nazaruddin paparkan aliran dana Hambalang

id nazaruddin paparkan aliran

Nazaruddin paparkan aliran dana Hambalang

Nazaruddin (Foto antaranews.com)

Jakarta (Antara Jogja) - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin memaparkan aliran dana dari proyek Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

"Proyek Hambalang ini yang memutuskan Mas Anas, pertama diputuskan ke PT DGI (Duta Graha Indah), tapi harus subsidi Rp100 miliar, DGI lalu angkat tangan, itu Sandiaga Uno," kata Nazaruddin dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta di Jakarta, Kamis.

Pada kesempatan itu, ia menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar.

Namun, kata dia, karena PT DGI tidak dapat menyerahkan Rp100 miliar sebagai biaya ijon maka PT Adhi Karya yang mengajukan diri.

"Tapi PT Adhi Karya dua minggu tidak juga memberi, mas Anas lalu minta tolong Munadi (Herlambang). Munadi lalu minta tolong bapaknya, Muchayat, deputi bagian konstruksi Meneg BUMN," katanya.

Munadi Herlambang adalah Direktur PT Msons Capital yang menjadi perusahaan subkontraktor proyek Hambalang.

Adhi Karya akhirnya menyanggupi untuk membayar, akan tetapi uang Rp100 miliar bukan seluruhnya untuk Anas.

"Yang Rp50 miliar untuk Mas Anas, Rp50 sisanya untuk Kemenpora dan DPR," kata terpidana kasus suap Wisma Atlet SEA Games itu.

Akan tetapi, anak buah Nazaruddin di Grup Permai, Mindo Rosalina Manullang, sudah mengeluarkan uang Rp21 miliar, diberikan kepada banyak pihak untuk mendapatkan proyek Hambalang.

"Uang itu, ke Wayan Koster, Olly Dondokambey, Mahyuddin, Angelina Sondakh, Ruli Azwar, Kahar Muzakir, Pak Wafid Muharam, dan Joyo Winoto," kata Nazar
   
Uang dari Rosa juga hanya kembali Rp10 miliar karena PT DGI diberi proyek Wisma Atlet dengan anggaran lebih kecil, yaitu Rp200 miliar.

Di luar persidangan, Nazar mengatakan uang Rp21 miliar tersebut diantarkan Rosa ke anggota Komisi X I Wayan Koster sebesar Rp8 miliar dan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam.

Wafid selanjutnya memerintahkan pengusaha Paul Nelwan untuk menyerahkan ke mantan anggota Komisi X Angelina Sondakh dan Rp5 miliar untuk Ketua Komisi XI Olly Dondokambey.

Uang lainnya juga diberikan ke mantan Ketua Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto.

Dalam surat dakwaan Deddy disebutkan bahwa anggaran Hambalang dengan total nilai Rp1,17 triliun tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp463,66 miliar karena mengalir ke banyak pihak, mulai dari mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, anggota DPR hingga 32 perusahaan subkontraktor.

Andi mendapatkan Rp4 miliar dan 550.000 dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum Rp2,21 miliar, Ketua Komisi X Mahyudin Rp 500 juta, Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor Rp4,5 miliar, orang dekat Anas, Machfud Suroso, Rp18,8 miliar, pimpinan banggar Olly Dondokambey Rp2,5 miliar, Kepala BPN Joyo Winoto Rp3 miliar, Direktur CV Rifika Medika Lisa Lukitawati Rp5 miliar, arsitek PT Galeri Ide Angraheni Dewi Kusumastuti Rp400 juta, dan Adirusman Dault Rp500 juta.

Dalam perkara itu, Deddy sebagai PPK didakwa mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun.

Uang juga mengalir ke pihak-pihak lainnya, seperti mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.

Deddy Kusdinar didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.

(D017)

Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024