Menyemangati petani tebu pascapenetapan HPP baru

id menyemangati petani tebu

Menyemangati petani tebu pascapenetapan HPP baru

Petani tebu (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Ada kekhawatiran dari Asosiasi Gula Indonesia bahwa harga patokan petani gula yang baru yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp8.250 per kilogram berpotensi menurunkan minat dan semangat petani untuk menanam tebu.

Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Adig Suwandi di Surabaya berpendapat bahwa harga patokan petani (HPP) gula sebesar itu berpotensi menurunkan motivasi petani untuk membudidayakan tanaman tebu.

"HPP itu jelas sangat jauh dari harapan petani dan usulan DGI (Dewan Gula Indonesia) sebesar Rp9.500 per kilogram. HPP yang terlalu rendah kurang memotivasi petani di tengah meningkatnya biaya produksi gula," katanya.

Besaran HPP tersebut hanya naik tipis dari HPP gula dalam dua tahun terakhir yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar Rp8.100 per kilogram.

Meskipun harga gula secara riil ditentukan oleh mekanisme pasar, menurut Adig Suwandi HPP selalu menjadi acuan pedagang ketika menawar gula pada saat lelang sehingga ada semacam kondisi psikologis yang sudah tercipta.

"Justru yang harus dilakukan Pemerintah saat ini adalah mengendalikan stok gula, salah satunya dengan mencegah masuknya gula rafinasi ke pasar eceran," kata Adig yang juga Sekretaris Perusahaan PTPN XI ini.

Selain itu, kata dia, impor "raw sugar" (gula kristal mentah) sebaiknya juga dikaji ulang sampai kontrak-kontrak pembelian dengan industri makanan dan minuman penggunaannya jelas.

"Saat ini petani dan pabrik gula menghadapi situasi yang sangat berat akibat masih menumpuknya sekitar 800.000 ton gula hasil giling 2013 yang belum terjual. Kondisi itu terjadi karena melimpahnya stok gula di pasaran," ujarnya.

Dengan masih melimpahnya stok, dia mengkhawatirkan gula hasil giling 2014 terancam tidak terjual. "Kuncinya memang terletak pada pengendalian stok agar harga gula ikut terjaga dengan baik dan petani mendapatkan keuntungan," kata dia.

Adig Suwandi sebelumnya telah mengingatkan bahwa luas lahan budi daya atau pengusahaan tebu di Pulau Jawa pada musim tanam 2014 diperkirakan mengalami sedikit penurunan dibanding musim sebelumnya, sebagai dampak menurunnya harga gula saat panen 2013.

Bahkan, menurut dia, harga gula yang kurang menguntungkan saat giling tahun lalu berpotensi mereduksi minat petani dalam meningkatkan produksi dan areal budi daya tanaman tebu. "Petani mungkin hanya mempertahankan keprasaan yang ada, dan sangat sedikit melakukan perluasan areal tanam. Kami perkirakan luas areal tebu di Jawa turun sekitar enam persen sehingga menjadi 282.000 hektare, sementara secara nasional luasnya sekitar 447.000 hektare," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa musim giling 2013 yang ditandai hujan berkepanjangan hingga Agustus sehingga produksi tebu tidak maksimal dan rendemen turun.

Harga rata-rata lelang gula sepanjang 2013 turun drastis, yakni dari Rp10.166 per kilogram pada bulan Mei, menjadi Rp8,671 per kilogram pada bulan Desember. "Beban petani makin bertambah menyusul naiknya sejumlah komponen biaya produksi, seperti sewa kebun dan tebang angkut," ujarnya.

Kendati luas areal budi daya tanaman tebu menurun, Adig masih cukup optimistis rendemen tebu pada tahun 2014 bisa lebih baik daripada sebelumnya, dengan estimasi sekitar 8,08 persen, atau naik 0,9 poin. "Perubahan agroklimat menjadi ekstrem atau kering selama panen tebu tahun ini diharapkan bisa mengubah peta produksi gula secara nasional," ujarnya.

Produksi gula secara nasional pada tahun 2013 sekitar 2,55 juta ton, berasal dari hasil penggilingan tebu sebanyak 35,57 juta ton dan areal budi daya seluas 470.198 hektare, sedangkan produktivitas per hektare tercatat 5,4 ton hablur dengan komponen berat tebu 75,6 ton serta rendemen 7,18.



                  Keberpihakan kepada Petani

Untuk menyemangati petani agar tetap membudidayakan tanaman tebu, penetapan HPP gula oleh Pemerintah melalui berbagai pertimbangan yang berpihak kepada petani.

Kementerian Perdagangan menetapkan HPP gula sebesar Rp8.250 per kilogram pada musim giling 2014. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan berdasarkan surat dari Kementerian Pertanian tertangal 8 April 2014 menyebutkan bahwa rendemen gula pada tahun ini 8,07 persen. Dengan besaran rendemen tersebut, ditetapkan biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp7.892 per kilogram.

"Dengan dasar itu dan semua pertimbangan, kami merasa adanya keberpihakan kepada petani untuk memberikan keuntungan bagi mereka di atas BPP sebesar Rp350 per kilogram," kata Lutfi.

Ia mengatakan bahwa penetapan HPP gula tersebut juga sudah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan para pemangku kepentingan, dan semua pihak, serta penetapan besaran itu juga merupakan bukti keberpihakan Pemerintah kepada para petani tebu.

Sementara itu, menurut dia, harga gula kristal putih (GKP) internasional hingga masuk ke pelabuhan dalam negeri sebesar Rp7.100 per kilogram. Jika dibandingkan dengan HPP yang ditetapkan Pemerintah, ada selisih Rp1.150 per kilogram.

"Jika impor gula harganya sebesar Rp7.100 per kilogram, sementara HPP gula ditetapkan Rp8.250 per kilogram. Itu intervensi Pemerintah bahwa selisih Rp1.150 tersebut adalah bentuk keberpihakan dari Pemerintah kepada petani kita," ujar Lutfi.

Dengan ditetapkannya HPP gula Rp8.250 itu, kata dia, akan memberikan kotribusi terhadap inflasi hanya 0,008 persen, dan diharapkan penetapan tersebut dapat dijadikan acuan. "Dengan harga Rp8.250 itu, kontribusi pada inflasi hanya 0,008 persen," ujar Lutfi.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen berpendapat lain. Menurut dia, HPP gula yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp8.250 per kilogram tersebut, belum memenuhi harapan para petani gula. "Harga belum memenuhi harapan petani, perhitungan APTRI untuk HPP sebesar Rp10.644 per kilogram," kata Soemitro.

Menurut dia, hasil perhitungan yang dilakukan tim independen dari tiga universitas nasional menetapkan besaran BPP Rp8.791 per kilogram sehingga HPP gula semestinya berada pada angka Rp9.500 per kilogram.

Pada rapat Dewan Gula Indonesia (DGI), beberapa waktu lalu, HPP gula 2014 diusulkan sebesar Rp9.500 per kilogram dengan memperhitungkan BPP sebesar Rp8.740 per kilogram.



                   Gula Kristal Putih

Terkait dengan penunjukan kepada Perum Bulog untuk melakukan impor gula, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan bahwa sudah ada laporan terkait dengan importasi tersebut. Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan memberikan izin impor gula kristal putih sebanyak 328.000 ton. "Sudah ada laporan, itu untuk menjaga agar tidak dispekulasi, dan Pemerintah tidak dipojokkan oleh spekulan," kata dia.

Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan menugasi Perum Bulog untuk mempersiapkan stok gula sebanyak 350.000 ton sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri.

Kementerian Perdagangan juga telah melakukan perhitungan, dan menemukan bahwa hingga akhir Mei 2014 kekurangan dari total kebutuhan gula konsumsi sebanyak 122.000 ton, ditambah mundurnya masa panen ke bulan Juli yang mengakibatkan kekosongan sebanyak 220.000 ton.

Perum Bulog sendiri mengambil langkah dengan melakukan kesepakatan dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) untuk menyerap sebanyak 12.000 ton gula, dan nantinya diperkirakan akan ditambah kembali sebanyak 150.000 ton.

Namun, pada prinsipnya Bulog akan lebih mengutamakan pasokan dari dalam negeri terlebih dahulu sebelum melakukan impor. Apabila harus melakukan impor, akan dilakukan secara bertahap.

PT RNI telah menjalin kerja sama dengan Perum Bulog terkait dengan pasokan gula senilai Rp103,2 miliar, yang menyatakan bahwa PT RNI akan memasok 12.000 ton gula tebu dengan harga Rp8.600 per kilogram.

(M008)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024