Pemerintah didorong menyelesaikan hambatan perdagangan sawit

id sawit

Pemerintah didorong menyelesaikan hambatan perdagangan sawit

Ilustrasi sawit (Foto Antara)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendorong upaya pemerintah untuk mengatasi dan menyelesaikan hambatan perdagangan sektor kelapa sawit, guna memberikan hasil yang konkret dan berkelanjutan khususnya bagi industri dalam negeri.

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan permasalahan terkait hambatan perdagangan bukan hanya ada pada saat ini. Namun, untuk kedepannya, tantangan tersebut akan terus ada, mengingat kelapa sawit merupakan industri strategis global.

"Saat ini pemerintah menunjukkan usaha serius khususnya dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan hambatan perdagangan," kata Joko, pada Seminar Menjawab Hambatan Perdagangan Ekspor Minyak Sawit di Pasar Global, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pihaknya menghargai upaya pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah terkait hambatan perdagangan sektor kelapa sawit. Salah satu hambatan yang tengah dihadapi industri tersebut adalah resolusi Parlemen Uni Eropa akan mengeluarkan kelapa sawit sebagai salah satu bahan dasar biofuel di Eropa pada 2021.

Resolusi Parlemen Uni Eropa mengusulkan penghapusan minyak sawit sebagai sumber biodiesel. Saat ini, resolusi tersebut masoh belum mengikat secara hukum, namun pemerintah Indonesia terus berupaya mencegah resolusi itu untuk menjadi keputusan bersama Uni Eropa.

"Kami harus terus memberikan dukungan kepada pemerintah, dan mendorong upaya yang dilakukan," kata Joko.

Menurut Joko, Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dan hampir sebagian besar hasil produksinya diperuntukkan pasar ekspor. Dengan kondisi tersebut, hambatan perdagangan akan terus ada mengingat minyak kelapa sawit mempunyai daya saing tinggi dibanding minyak nabati lainnya.

"Dengan sebagian besar diperuntukkan bagi pasar global, ini menjadi perhatian penting, dan perlu strategi perdagangan nasional. Makin banyak negara tujuan ekspor, maka makin banyak pula hambatannya," kata Joko.

Produktivitas kelapa sawit sangat tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Sebagai contoh, dengan rata-rata produksi enam-tujuh ton CPO per hektare maka, dalam waktu 30 tahun mendatang diperlukan sekitar 30 juta hektare lahan sawit untuk mencukupi kebutuhan itu.

Sementara jika Indonesia harus mengandalkan pada minyak nabati berbahan baku kedelai misalnya, hanya memiliki produktivitas 1:10 kelapa sawit, diperlukan sekitar 200-300 juta hektare lahan tambahan.

"Jangan salah, masalah yang akan datang makin besar lagi. Karena, sebenarnya, dari sektor kelapa sawit, masalah fundamentalnya adalah persaingan usaha,"  tutup Joko.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024