Gunung Kidul mengapresiasi Program Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting

id Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting

Gunung Kidul mengapresiasi Program Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting

Petugas kesehatan Puskesmas II Gedangsari Kabupaten Gunung Kidul memeriksa kesehatan anak sekolah dasar untuk mencegah kekerdilan dan gizi buru. ANTARA/Sutarmi

Gunung Kidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengapresiasi inovasi masing-masing Organisasi Perangkat Daerah untuk menekan angka pernikahan dini, seperti program Gerakan Ayo Tunda Usia Menikah Cegah Stunting, disingkat Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting.

Bupati Gunung Kidul Badingah di Gunung Kidul, Minggu, mengatakan Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting merupakan gagasan Koordinator UPT Puskesmas Gedangsari II Dyah Mayun Haranti

"Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul terus berupaya menekan angka pernikahan dini," katanya.

Ia mengatakan upaya yang dilakukan dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Salah satunya program Ayunda Simenik Sego Seceting. Ayunda Si Menik Makan Sego Seceting merupakan upaya pemberdayaan masyarakat yang dipelopori UPT Puskesmas Gedangsari II bekerja sama dengan lintas sektor mulai dari pemerintah kecamatan, desa, pedukuhan, koramil, polsek, KUA, MUI, dan sekolah.

Pencegan dilakukan melalui kampanye, penyuluhan, layanan konsultasi disertai penandatanganan komitmen dukungan berbagai pihak dalam menekan angka pernikahan usia anak yang mana bisa  berpotensi anak yang dilahirkan mengalami kekerdilan atau stunting.

"Kami mengapresiasi yang dilakukan oleh Gedangsari untuk mencegah pernikahan dini," ucapnya.

Koordinator UPT Puskesmas Gedangsari II, Dyah Mayun Haranti mengatakan Ayunda Si Menik untuk mengatasi tingginya kasus pernikahan remaja, khususnya di Kecamatan Gedangsari, di mana pada 2013 tercatat sembilan pernikahan dan persalinan remaja 20 kasus. Kehamilan remaja di bawah 20 tahun yang menjadi salah satu penyebab kekerdilan.

"Tercatat, Kecamatan Gedangsari menjadi penyumbang angka 'stunting' tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul, di mana 2017 mencapai angka 37,41 persen sedangkan standar WHO kurang dari 20 persen," katanya.

Ia mengatakan inovasi Ayunda Si Menik membuahkan hasil di mana ada penurunan angka pernikahan dini yang signifikan.

Pada 2013 tercatat sembilan kasus, pada 2014 enam kasus, pada 2015 dua kasus, dan pada 2016 tidak ada kasus. Inovasi itu masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016. Namun, program Ayunda Si Menik dilanjutkan dengan inovasi Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting, yakni ayo tunda usia menikah mengawali semangat gotong royong cegah kekerdilan.

Inovasi lanjutan itu diharapkan menampung keterlibatan semua unsur untuk mendukung upaya mencegah kekerdilan dan menyiapkan generasi berkualitas.

"Hasil dari upaya yang dilakukan terjadi penurunan angka 'stunting' menjadi 21,3 persen di tahun 2018. Inovasi ini masuk dalam Top 99 dan Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019," katanya.