Sleman dorong petani salak pondoh jadi ekportir

id salak pondoh

Sleman dorong petani salak pondoh jadi ekportir

salak pondoh (foto ANTARA/Anis Efizudin)

Sleman (Antara Jogja) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus mendorong dan membina petani salak pondoh setempat menjadi eksportir agar dapat mandiri dalam memasarkan hasil produksinya ke sejumlah negara.

"Selama ini meski permintaan tinggi dari luar negeri masih belum maksimal terpenuhi karena ada ketergantungan dengan pihak ketiga," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sub Terminal Agribisnis (STA) Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Hestirah, Sabtu.

Menurut dia, permintaan salak pondoh yang dihasilkan dari kebun di wilayah Kabupaten Sleman sebenarnya banyak, seperti dari Eropa, dan ke depan ke Australia.

"Namun meski sudah mulai ada ketertarikan, belum bisa dipenuhinya. Karena saat ini petani salak yang ada masih tergantung eksportir untuk memasarkannya. Petani salak masih belum bisa cari jalan sendiri. Jadi tergantung dari eksportirnya," katanya.

Ia mengatakan, ketertarikan permintaan dari Australia tersebut, setelah ada jalinan kerja sama dengan New Zealand.

"Ekspor salak ke New Zealand sudah tinggal jalan. Sebelumnya, sample sudah dibawa ke sana, ada utusan di sana juga melakukan pengecekan di sini. Dari mulai lahan, hama dan penyakit, memang ada ketertarikan," katanya.

Hestirah mengatakan, pihaknya selama ini juga telah melakukan berbagai pembinaan kepada para petani salak untuk bisa menjadi eksportir, namun masih perlu waktu agar bisa benar-benar mandiri.

"Sudah dilatih, tapi perlu waktu, sambil jalan nanti. Apalagi ekspor salak seperti ini juga sangat menguntung petani. Dari pada harus dijual kepada para tengkulak. Seperti harga jualnya yang lebih terjamin, dan tak terpengaruh dengan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing," katanya.

Ia mengatakan, saat ini ekspor salak yang sudah jalan salah satunya ke Singapura. Setiap minggunya melakukan pengiriman dari mulai 500 sampai 800 kilogram.

"Sedangkan ke Tiongkok, harusnya setiap minggu dikirim dua ton. Tapi kemarin kirim satu ton, dan masih belum ada permintaan lagi," katanya.

Ananta, petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman, mengatakan untuk harga dari petani sudah ditetap sejak awal perjanjian. Dari mulai Rp6.600 sampai Rp10.000 per kilogramnya.

"Jadi meski nilai rupiah turun, ini tidak akan terlalu berpengaruh," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2024