Sleman (Antara Jogja) - Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong desa-desa wisata yang ada di wilayah setempat kreatif menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki untuk lebih memberikan daya tarik.
"Keberadaan desa wisata memang sangat tergantung pada kreativitas pengelola, terutama dalam menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat untuk dikemas menjadi atraksi wisata yang menarik," kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Sleman Sudarningsih di Sleman, Minggu.
"Kami mengevaluasi terhadap desa wisata yang saat ini masih ada melalui beberapa indikator. Yakni, potensi atraksi, kapasitas manajerial pengelola, peran serta masyarakat, sarana dan prasana, pemasaran dan promosi, aksesibilitas serta kepemilikan aset," katanya.
Menurut dia, berdasarkan inventarisasi terhadap desa-desa wisata yang ada di Sleman memang terdapat sejumlah desa wisata yang sudah tidak aktif lagi.
"Ada beberapa desa wisata di Sleman yang saat ini kondisinya mati suri. Pada 2016 tercatat ada 39 desa wisata. Dari jumlah itu, beberapa desa wisata tidak beraktivitas apapun," katanya.
Ia mengatakan desa wisata yang mati atau tidak ada aktivitas tersebut di antaranya Desa Wisata Rejosari di Cangkringan, Desa Wisata Pajangan di Kecamatan Sleman, Trumpon di Tempel, Bangunkerto dan Kembangarum di Turi, Kaliurang Timur di Pakem, Mangunan di Berbah, serta Jantungan Sendari di Mlati.
"Desa-desa wisata tersebut sebelumnya cukup aktif dan mampu menampilkan daya tarik bagi wisatawan. Tetapi saat ini aktivitas cenderung turun, bahkan mati suri. Bahkan ada yang telah membubarkan diri," katanya.
Sudarningsih mengatakan penyebab matinya perkembangan desa wisata tersebut sangat beragam, di antaranya permasalahan internal pengelola atau pengurus maupun ketidakmampuan pembuatan program dan atraksi yang menarik.
"Sangat disayangkan mengingat beberapa desa justru berpotensi menjadi desa wisata unggulan. Desa Wisata Trumpon dulunya terkenal dengan agrowisata perkebunan salak pondoh, namun sekarang tidak ada aktivitas," katanya.
Ia mengatakan evaluasi yang dilakukan kemudian dijadikan dasar pengklasifikasian desa wisata dalam tiga bentuk yakni desa wisata tumbuh, berkembang dan mandiri.
"Dari 39 desa wisata, 14 desa di antaranya terklasifikasi tumbuh, delapan desa klasifikasi berkembang, dan sembilan desa klasifikasi mandiri," katanya.
Desa wisata yang mati suri, kata dia, akan dikonfirmasikan lagi kepada masyarakat setempat jika ada minat untuk membangkitkannya lagi.
"Jika masih ada potensi dan kemauan masyarakat, kami siap untuk membina lagi. Karena dasar utama desa wisata adalah peran aktif masyarakat setempat," katanya.
V001
Berita Lainnya
Kemenparekraf edukasi kemampuan berbicara pelaku wisata
Kamis, 25 April 2024 6:46 Wib
UGGCP dijadikan destinasi wisata kelas dunia tarik turis
Kamis, 25 April 2024 6:20 Wib
Ini penjelasan terkait mobil pribadi masuk kawasan wisata Bromo
Selasa, 23 April 2024 17:45 Wib
Bank BPD DIY salurkan CSR untuk pengembangan wisata Sendang Sombomerti
Selasa, 23 April 2024 11:40 Wib
37.841 wisatawan banjiri Kepulauan Seribu
Selasa, 23 April 2024 0:27 Wib
Aspek keamanan berwisata harus diutamakan, papar Menparekraf
Senin, 22 April 2024 17:48 Wib
Ribuan wisatawan banjiri Festival Durian 2024 di Trenggalek, Jatim
Senin, 22 April 2024 6:35 Wib
Objek wisata kuliner Colomadu, Karanganyar, Jateng, tarik turis
Minggu, 21 April 2024 20:35 Wib