Kulon Progo (ANTARA Jogja) - Kalangan nelayan Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengeluhkan keberadaan pemecah ombak di Pelabuhan Tanjung Adikarta karena sering tertabrak kapal mereka.
Ketua Kelompok Nelayan "Ngudi Mulyo" Pantai Glagah Supriyanto Nugroho di Kulon Progo, Sabtu, mengatakan, enam kapal tempel yang digunakan nelayan mengalami kerusakan akibat menabrak pemecah ombak Pelabuhan Tanjung Adikarta, yang sampai sekarang pembangunannya belum selesai.
"Bagi kami nelayan Pantai Glagah, pemecah ombak seperti tempat yang membahayakan," katanya.
Menurut dia, pembangunan pemecah ombak Pelabuhan Tanjung Adikarta seperti tidak menggunakan teknologi canggih. Hal ini terlihat bongkahan batu yang ditata rapi banyak yang hanyut terbawa gelombang ke tengah laut, dan ke samping. Akibatnya, sering kapal nelayan menabrak batu itu.
"Kami sering menabrak batu pemecah ombak yang hanyut terbawa gelombang laut, sehingga kapal bocor," katanya.
Ia mengatakan pihaknya mendukung rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta, tetapi harus dilaksanakan dengan baik dan benar. "Uang miliaran rupiah kok hanya dibuang-buang," katanya.
Menurut dia, kerugian nelayan karena kapalnya menabrak pemecah ombak selama 2012 total sekitar Rp200 juta. Harga satu kapal tempel antara Rp30 juta hingga Rp35 juta, dan jala Rp4 juta hingga Rp5 juta.
"Setelah kapal menabrak pemecah ombak, pasti langsung terbalik, dan nelayan langsung meninggalkan kapalnya. Hanya ada dua pilihan saat kapalnya menabrak pemecah ombak, yaitu mati atau kapal hilang," kata Supriyanto.
Ia mengatakan kalangan nelayan Pantai Glagah meminta Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (Dinas Kepenak) Kulon Progo memberikan bantuan penguatan modal kepada nelayan, atau memberikan rekomendasi kepada nelayan agar dapat mengakses bank guna memperoleh pinjaman modal dengan bunga rendah.
"Kami mendapatkan bantuan dari Dinas Kepenak berupa mesin kapal, tapi bantuan ini belum cukup, karena biaya operasional untuk melaut sangat besar," katanya.
Seorang nelayan Pantai Glagah, Suradi, mengatakan nyawanya hampir melayang akibat kapalnya menabrak pemecah ombak pada Maret 2012. Dirinya harus merelakan kapal barunya beserta isinya terbawa gelombang laut, dan hilang.
"Saya langsung menyelamatkan diri setelah menabrak, karena kapal langsung terbalik, dan tenggelam. Sampai saat ini saya tidak melaut lagi karena tidak ada modal, dan tidak memiliki kapal," kata Suradi.
(KR-STR)