Jogja (ANTARA Jogja) - Kota Yogyakarta menempati peringkat tertinggi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di DIY pada 2010 dan 2011.
"Data itu berdasarkan jumlah telah ditangani oleh Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak DIY pada 2010 dan 2011. Tingginya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Yogyakarta tersebut bisa berarti banyak hal," kata Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadjir Darwin saat menjadi pembicara Sarasehan Peringatan Hari Ibu di Yogyakarta, Selasa.
Berdasarkan data, jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak pada 2010 tercatat sebanyak 191 kasus dan turun menjadi 127 kasus pada 2011. Sedangkan jumlah kasus paling sedikit ada di Kabupaten Kulon Progo yaitu 60 kasus pada 2010 dan 36 kasus pada 2011.
Secara umum, jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak di DIY telah mengalami penurunan, yaitu dari 1.305 kasus pada 2010 menjadi 999 kasus pada 2011.
Di kelima kabupaten/kota tersebut, sebagian besar kasus kekerasan tersebut dialami oleh perempuan dengan usia lebih dari 25 tahun.
Muhadjir menyebut, data yang dimiliki oleh forum penanganan korban kekerasan tersebut adalah berdasarkan laporan dari korban sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin banyak laporan maka jumlah kekerasan yang diketahui akan semakin tinggi.
"Hal ini juga bisa berarti bahwa warga Kota Yogyakarta telah memiliki kesadaran hukum yang tinggi. Mereka memilih melaporkan kekerasan yang dialaminya daripada hanya menyimpannya," katanya.
Namun demikian, lanjut dia, tingginya jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Yogyakarta tersebut juga bisa diartikan bahwa tekanan kehidupan di kota lebih tinggi dibanding kabupaten lain.
"Suasana kota yang padat akan meningkatkan tekanan pada seseorang sehingga tantangan yang dihadapi pun semakin banyak. Akibatnya, angka kekerasan pun meningkat," katanya.
Ia menilai, masih banyak kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak yang tidak diungkapkan karena adanya penilaian bahwa masalah tersebut merupakan masalah pribadi yang harus diselesaikan secara privat.
Secara umum, Muhadjir menilai, kekerasan psikologis lebih banyak dialami oleh kaum perempuan dan anak karena kekerasan tersebut paling mudah dilakukan.
Oleh karena itu, lanjut dia, kaum perempuan harus terus memperoleh penyadaran mengenai hak-hak yang mereka miliki sehingga mereka pun akan lebih berani dalam mengungkapkan ketidakadilan yang dialaminya.
"Lembaga untuk penanganan atau penguduan tindak kekerasan juga cukup banyak. Seharusnya, perempuan bisa lebih berani," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Imam Priyono mengatakan, menekan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa dilakukan dengan menyosialisasikan hak-hak perempuan dan anak secara lebih luas ke masyarakat.
"Di wilayah-wilayah tentunya ada kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Mereka memiliki peran penting untuk jemput bola ke masyarakat apabila ada masalah seperti ini," katanya.
(E013)
Berita Lainnya
Gim mengandung kekerasan-rusak moral bangsa disorot
Jumat, 26 April 2024 8:01 Wib
Rektor UNU Gorontalo: Saya tak melakukan kekerasan seksual
Minggu, 21 April 2024 10:54 Wib
Segera selesai, Perpres Perlindungan Anak dari game online
Kamis, 18 April 2024 4:16 Wib
Pengaruhi perilaku anak, pemerintah diminta bersihkan gim berunsur kekerasan
Jumat, 12 April 2024 21:25 Wib
Pemerintah diminta blokir "game online" mengandung kekerasan
Selasa, 9 April 2024 2:37 Wib
Psikolog UGM sebut pelaku kekerasan anak cenderung punya gangguan mental
Jumat, 5 April 2024 0:03 Wib
Atasi krisis Haiti, Kanada latih tentara CARICOM
Minggu, 31 Maret 2024 17:03 Wib
Hak asasi warga terampas di Haiti
Jumat, 29 Maret 2024 11:40 Wib