Pakar: ketersediaan bagas perlu ditingkatkan

id pakar: ketersediaan bagas

Pakar: ketersediaan bagas perlu ditingkatkan

Ilustrasi (Foto konveksihemo.wordpress.com)

Jogja (Antara Jogja) - Ketersediaan bagas secara nasional perlu ditingkatkan, karena bahan bakar utama yang digunakan pada industri gula tebu itu memiliki kandungan energi cukup tinggi, kata pakar budi daya pertanian Universitas Gadjah Mada Taryono.

"Hal itu perlu dilakukan, karena saat ini hampir semua bagas yang dihasilkan oleh pabrik gula habis digunakan untuk sumber energi pabrik tersebut," katanya pada lokakarya `The Use of Bagasse as a Source of Biomass Energy`, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, peningkatan ketersediaan bagas secara nasional dapat dilakukan dengan meningkatkan daya hasil bagas, efisiensi energi ketel pabrik gula, dan nilai energi bagas melalui pemampatan (densifikasi).

"Bagas merupakan sumber bahan bakar asal tanaman yang cukup efisien dan penggunaannya pada pabrik gula secara efisien akan menyebabkan pabrik gula secara umum dapat berswasembada energi," katanya.

Ia mengatakan satu ton bagas dengan air 50 persen menghasilkan energi setara dengan 1,6 barel minyak bakar. Sekitar 87 persen energi yang digunakan dalam pemrosesan tebu berasal dari bagas, yakni sisa serat setelah nira diambil melalui dipecah dan diperas.

"Pemrosesan tebu merupakan proses yang memerlukan banyak energi, karena energi dalam jumlah besar dibutuhkan untuk menguapkan air dari nira," kata Ketua Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Menurut dia, tebu merupakan satu di antara tanaman pangan penting, karena kemampuan pertumbuhannya. Salah satu sifat yang sangat penting adalah kemampuannya secara komersial untuk menghasilkan biomassa melebihi 100 ton per hektare per tahun.

"Bahkan potensi hasil biomassa itu dapat mencapai 300 ton hingga 400 ton per hektare per tahun," katanya.

Direktur Sistem dan Pelaporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas Arif Haryana mengatakan ketersediaan energi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi, sehingga Indonesia tidak terjebak menjadi negara menengah saja.

"Indonesia mempunyai potensi pengembangan energi selain bonus demografi penduduk usia produktif pada 2030. Syaratnya, pertumbuhan ekonomi kita harus berkisar 6-8 persen," katanya.

Namun, kata dia, sampai saat ini masih dijumpai beberapa kendala antara lain masalah infrastruktur, alokasi pemanfaatan energi, dan kebijakan energi secara nasional, seperti optimalisasi energi primer untuk ekspor atau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024