Risiko seksual dan reproduksi remaja mendesak diturunkan

id Risiko seksual

Risiko seksual dan reproduksi remaja mendesak diturunkan

Ilustrasi (Foto 108csr.com) (108csr.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Youth Forum DIY mendesak pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah strategis guna menurunkan tingkat risiko seksual dan reproduksi remaja di DIY yang dinilai perlu mendapatkan perhatian khusus.

"Dari berbagai data dan fakta yang ada, dapat diketahui bahwa risiko seksual dan reproduksi remaja di DIY perlu mendapat perhatian khusus agar tingkat risikonya bisa diturunkan," kata Ketua Youth Forum DIY Ndaru Tejo Laksono di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, tingginya tingkat risiko seksual dan reproduksi remaja dapat terlihat dari berbagai data, di antaranya data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY pada 2016 yang menyatakan kasus kekerasan fisik, psikologis dan seksual pada remaja perempuan berusia 10-24 tahun mencapai 443 kasus.

Sedangkan dari Dinas Kesehatan DIY hingga November 2016 tercatat 720 remaja melakukan persalinan dan kehamilan tidak diinginkan pada remaja mencapai 686 kasus.

Data tersebut, lanjut dia, juga dikuatkan dengan data dispensasi perkawinan dari Pengadilan Agama se-DIY yaitu mencapai 340 permohonan pada 2016 atau meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 320 kasus.

Youth Forum DIY kemudian merekomendasikan sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk menurunkan risiko seksual dan reproduksi remaja yaitu dengan menyasar kebutuhan remaja untuk memperoleh informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif.

Sekolah, lanjut dia, belum mampu memberikan informasi yang komprehensif mengenai kesehatan reproduksi. "Hal ini perlu diubah dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah," katanya.

Jika informasi mengenai kesehatan reproduksi tersebut tidak diberikan, lanjut dia, maka para remaja dikhawatirkan tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup sehingga meningkatkan risiko seksual dan reproduksinya.

"Kendala yang dihadapi selama ini adalah adanya stigma negatif jika ada remaja yang mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Padahal, kesehatan seksual dan reproduksi merupakan hak asasi manusia," katanya.

Selain di sekolah, upaya untuk menurunkan tingkat risiko seksual dan reproduksi dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi remaja serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan reproduksi hingga layanan kontrasepsi bagi remaja seksual aktif.

Pemerintah DIY sudah memiliki Peraturan Gubernur Nomor 109 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Remaja yang kemudian menelurkan Forum Penyelenggara Program Kesehatan Reproduksi Remaja.

Meski sudah ada peraturan gubernur, lanjut dia, kekerasan seksual yang menjadi penyebab berbagai masalah lain mulai dari trauma, kehamilan tidak diinginkan dan aborsi masih cukup tinggi.

"Oleh karena itu, hak remaja untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan reproduksi harus dipenuhi sehingga risiko reproduksi bisa diturunkan," katanya.

(U.E013)
Pewarta :
Editor: Mamiek
COPYRIGHT © ANTARA 2024