Yogyakarta kaji wacana pelunasan tunggakan BPJS Kesehatan

id BPJS kesehatan, tunggakan

Yogyakarta kaji wacana pelunasan tunggakan BPJS Kesehatan

Ilustrasi pelayanan di BPJS Kesehatan (Foto ANTARA/Andreas Fitri Atmoko/ags/16)

 Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan kajian terkait wacana pelunasan tunggakan pembayaran premi kepesertaan jaminan kesehatan nasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang nilainya cukup besar.
   
“Tunggakan tersebut ada yang berasal dari peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) mandiri. Kami akan cek lagi bagaimana kondisi mereka sekarang. Apakah layak dibantu atau tidak untuk melunasi tunggakan,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Kamis.
   
Sampai sekarang, lanjut Heroe, Pemerintah Kota Yogyakarta belum menerima laporan terkait detail data peserta yang menunggak pembayaran premi kepesertaan jaminan kesehatan nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 
   
“Yang dibutuhkan adalah data kepesertaan, apakah semuanya warga Kota Yogyakarta atau tidak, apakah sudah meninggal dunia atau pindah kependudukan, bagaimana kondisi ekonomi mereka sekarang, dan data-data penunjang lain,” katanya.
   
Heroe mengatakan, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki komitmen untuk menjalankan “universal health coverage” (UHC) sehingga akan memfasilitasi warga untuk memperoleh jaminan dasar yaitu jaminan kesehatan.
   
“Kalau memang tunggakan itu harus kami tutup, ya pasti akan ditutup. Tetapi, harus didasarkan pada kajian,” katanya.
   
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Agus Sudrajat mengatakan, pelunasan pembayaran tunggakan BPJS harus memiliki dasar hukum.
   
“Pemerintah bisa melunasi tunggakan untuk peserta jaminan kesehatan nasional apabila mereka masuk dalam kategori warga miskin atau masuk dalam data keluarga sasaran jaminan perlindungan sosial atau dikenal sebagai penerima KMS,” katanya.
   
Sedangkan bagi warga yang menjadi peserta JKN secara mandiri dan kemudian menunggak pembayaran premi, maka warga tersebut harus memenuhi kewajibannya terlebih dulu dengan melunasi tunggakan.
   
“Setelah melunasi tunggakan baru melakukan ‘cut off’ kepesertaan mandiri dan melapor ke Jamkesda sebagai warga miskin kota. Pemerintah baru bisa memberikan bantuan untuk membayar premi jika warga tersebut masuk dalam data keluarga miskin,” katanya. 
   
Agus yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama RS Jogja menyebut, sekitar 90 persen pasien di rumah sakit miliki pemerintah daerah tersebut merupakan peserta JKN. 
   
“Namun, sejak diberlakukannya rujukan ‘online’ terjadi penurunan pasien yang dirujuk ke RS Jogja sekitar 30 hingga 40 persen,” katanya.
   
Sedangkan RS Pratama dan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama masih tetap ramai dengan pasien.
   
 Sementara itu, Angggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Dwi Budi Utomo mengatakan, tunggakan BPJS Kesehatan hingga Juli di Kota Yogyakarta mencapai sekitar Rp12 miliar.
   
“Perlu segera dicarikan solusi cepat dan langkah strategis agar masyarakat Yogyakarta tetap bisa memperoleh jaminan kesehatan,” katanya.
   
Dwi yang berasal dari Fraksi PKS itu pun mengusulkan sejumlah solusi yaitu verifikasi data penunggak yang masuk kategori warga tidak mampu, memasukkan anggaran kebutuhan pemenuhan pembayaran tunggakan dalam APBD 2019 namun terlebih dulu berkoordinasi dengan pihak terkait seperti kementerian, BPJS dan BPK agar tidak menjadi temuan. ***4***
(E013)
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024