Pemerintah revisi postur APBN tahan laju kemiskinan

id apbn,angka kemiskinan,pertumbuhan ekonomi,pemulihan ekonomi

Pemerintah revisi postur APBN tahan laju kemiskinan

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu melalui tangkapan layar ketika memaparkan perkembangan pemulihan ekonomi nasional dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis (4/6/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)

Jangan sampai pertumbuhan (ekonomi) negatif karena kalau pertumbuhan negatif dalam skenario sangat berat, dampak ke kemiskinan, pengangguran itu sangat tinggi.

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah kembali merevisi postur APBN 2020 dalam Perpres Nomor 54 tahun 2020 untuk kedua kalinya karena merespons ketidakpastian dari dampak COVID-19 agar laju kemiskinan dan pengangguran bisa ditahan sehingga tidak merosot terlalu dalam.

“Jangan sampai pertumbuhan (ekonomi) negatif karena kalau pertumbuhan negatif dalam skenario sangat berat, dampak ke kemiskinan, pengangguran itu sangat tinggi,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu Kementerian Keuangan dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis.

Skenario pertumbuhan ekonomi berat adalah 2,3 persen dan skenario sangat berat adalah negatif 0,4 persen.

Apabila pengangguran dan kemiskinan merosot terlalu dalam, lanjut dia, maka upaya pemulihan pada tahun berikutnya juga akan semakin berat.

Baca juga: Sri Mulyani memprediksikan angka kemiskinan naik akibat pandemi COVID-19

Untuk itu, lanjut dia, dalam revisi terbaru ini pemerintah akan fokus dalam perlindungan sosial karena masyarakat Indonesia sebagian besar masih berpendapatan rendah dan lebih dari 50 persen Produk Domestik Bruto (PDB) didorong konsumsi.

“Maka kami fokus ke perlindungan sosial dulu. Ketika ekonomi dilanda krisis yang pertama kita tolong adalah kelompok rentan, makanya perlindungan sosial kami kedepankan,” katanya.

Adapun biaya untuk perlindungan sosial dalam pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp205,20 triliun dan biaya untuk membantu dunia usaha sebesar Rp384,45 triliun.

Baca juga: Dinsos Yogyakarta menargetkan anggota KUBE keluar dari garis kemiskinan

Dalam outlook revisi terbaru, pemerintah melebarkan defisit menjadi 6,34 persen mencapai Rp1.039,2 triliun dari Perpres 54 tahun 2020 sebesar 5,07 persen mencapai Rp852,9 triliun.

Dengan revisi baru ini, pendapatan negara diproyeksi turun Rp61,7 triliun menjadi Rp1.699,1 triliun. Sedangkan belanja negara menjadi bertambah sebesar Rp124,5 triliun dari Rp2.613,8 menjadi Rp2.738,4 triliun.

Adapun komponen penambahan belanja negara itu di antaranya belanja pemerintah pusat naik Rp123,3 triliun menjadi Rp1.974,4 triliun dan belanja non-kementerian/lembaga bertambah Rp173,3 triliun menjadi Rp1.187,9 triliun.

Untuk belanja non-kementerian ini di antaranya penanganan dampak COVID-19 sebesar Rp73,4 triliun menjadi Rp328,5 triliun, kompensasi tarif listrik dan harga BBM bertambah sebesar Rp76,1 triliun menjadi Rp91,1 triliun. Kemudian transfer ke daerah bertambah Rp1,2 triliun menjadi Rp692,7 triliun.

Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024