Migas topang Rusia tahan tekanan Barat dalam perangi Ukraina

id Rusia, Ukraina

Migas topang Rusia tahan tekanan Barat dalam perangi Ukraina

Rekrutan militer Ukraina berjalan usai melakukan doa dan mengheningkan cipta bersama pasukan Inggris serta Kanada dalam peringatan satu tahun invasi Rusia ke Ukraina, di sebuah pangkalan militer di tenggara Inggris (24/2/2023). Pada 24 Februari 2022 tentara Rusia mulai menyerang Ukraina dan hingga kini masih belum ada titik terang bagaimana perang tersebut akan berakhir. ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Nicholls/tom.

Bogor (ANTARA) - Operasi militer khusus Rusia ke Ukraina genap setahun Jumat ini (24/2). Setelah 365 hari invasi ke negeri jirannya itu, belum terlihat tanda-tanda Kremlin menyurutkan operasi ofensif pasukannya.

Invasi Rusia ke negara serumpun yang pernah menjadi bagian penting Uni Soviet selama era Perang Dingin itu tidaklah murah. Ongkos perang yang harus dikeluarkan Kremlin bernilai puluhan miliar dolar AS.

Hindustan Times mengutip estimasi Forbes menyebutkan dalam sembilan bulan sejak invasi digelar pada 24 Februari 2022 saja, Rusia diperkirakan telah menghabiskan seperempat anggaran tahunan negara.

Ongkos perang yang telah dihabiskannya selama sembilan bulan apa yang disebut Kremlin sebagai operasi militer khususnya ke Ukraina itu mencapai 82 miliar dolar AS (Hindustan Times, 2022).

Tentu, dana sebesar itu tidaklah kecil. Namun, bagaimana Kremlin bisa menopang ongkos perang yang mahal itu padahal sanksi ekonomi dan non-ekonomi dari Amerika Serikat dan sekutunya bertubi-tubi menghantam Rusia.

Masih segar dalam ingatan bahwa paket-paket sanksi itu dijatuhkan tak lama setelah Rusia memulai invasinya yang dicatat Al Jazeera sebagai "serangan terbesar terhadap satu negara berdaulat di Eropa sejak Perang Dunia II" ini.

Panen sanksi

Presiden AS Joe Biden, misalnya, tak merasa cukup hanya mengutuk aksi sepihak Moskow yang disebutnya sebagai serangan militer yang tak dapat dibenarkan itu. Dia pun mengumumkan paket sanksi ekonomi dan keuangan yang sangat keras terhadap Rusia serta kalangan elit dan pengusaha yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin.

Bak sebuah orkestrasi, para pemimpin Uni Eropa yang diikuti oleh sejumlah negara sekutu AS lainnya, seperti Kanada dan Inggris, pun menjatuhkan sanksi ekonomi yang sejalan dengan kebijakan Gedung Putih.

Bahkan, delapan hari setelah invasi Kremlin ke Ukraina itu, para duta besar Uni Eropa sepakat mendepak tujuh bank Rusia dari sistem pengiriman pesan keuangan SWIFT (Society for Worldwide Internbank Financial Telecommunication).

Profesor Kishore Mahbubani, diplomat veteran dan akademisi kondang Singapura, membenarkan kekuatan dolar AS ini. Bahkan penulis buku Has China Won? The Chinese Challenge to American Primacy (2020) ini menegaskan bahwa senjata terkuat Amerika untuk menghukum Rusia akibat operasi militernya di Ukraina ini bukanlah kapal induk atau pesawat pembom strategis, melainkan dolar AS.

Energi dewa penyelamat

Fakta menunjukkan setelah setahun berperang dengan ongkos yang mahal, Rusia tetap mampu bertahan. Lantas, apa yang membuat perekonomian negara itu mampu bertahan? Sektor energi Rusia yang demikian besar, terutama minyak dan gas bumi, merupakan jawabannya (DW, 2023).

Agresi militer Moskow yang telah membuat berang AS dan Uni Eropa itu tidak serta merta membuat mereka gelap mata dengan langsung menggebuk sektor energi yang merupakan tulang punggung perekonomian Rusia ini.

Tampaknya Uni Eropa berupaya realistis karena adalah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa negara-negara anggotanya seperti Jerman, Italia, dan Belanda, tidak bisa begitu saja membebaskan dirinya dari ketergantungan mereka yang besar terhadap pasokan gas alam Rusia ini.

Pada 2021 atau setahun sebelum invasi Kremlin ke Ukraina itu, pasokan gas alam Rusia ke negara-negara anggota Uni Eropa sudah mencapai 40 persen walau seiring dengan berkobarnya perang, secara perlahan, persentase ketergantungan Uni Eropa terhadap gas alam Rusia menurun.

Pada Agustus 2022, mengutip data Uni Eropa, Jake Horton & Daniele Palumbo (BBC, 2023) mencatat persentase pasokan gas alam Rusia ke negara-negara anggota perhimpunan regional ini tinggal sekitar 17 persen. Dalam hal ini, Jerman tercatat sebagai pengimpor terbesar disusul Italia dan Belanda.

Paling terkena sanksi

Terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina yang sudah berlangsung setahun ini, sanksi-sanksi tambahan Blok Barat itu telah menjadikan Rusia negara paling terkena sanksi ekonomi dalam rentang waktu yang sangat singkat.

Betapa tidak, dalam sepuluh hari pertama agresinya ke Ukraina itu, Rusia terkena tambahan beragam sanksi yang membuatnya menduduki peringkat pertama dalam daftar negara-negara yang terkena sanksi Barat. Kemudian, disusul Iran, Suriah, Korea Utara, Venezuela, Myanmar, dan Kuba (Bloomberg, 2022).


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perang Rusia-Ukraina: Migas menopang Kremlin menahan tekanan
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024