Yogyakarta (ANTARA) - Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta menyatakan proses seleksi penerimaan tenaga bantu atau honorer guru perlu diperketat untuk mencegah kasus kekerasan seksual di sekolah setempat terulang.
"Pengetatan proses seleksi penerimaan tenaga bantu atau honorer, seperti guru bantu menjadi catatan penting agar kasus (kekerasan) tidak terulang," kata anggota Forpi Kota Yogayakarta Baharuddin Kamba di Yogyakarta, Senin.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, DIY, menangkap seorang guru salah satu SD swasta di Kota Yogyakarta berinisial JL (24) dan menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan kekerasan seksual terhadap lima orang siswanya.
Untuk mencegah kasus serupa, menurut Kamba, diperlukan asesmen awal penerimaan guru dengan melibatkan kalangan akademisi yang ahli di bidang ilmu psikologi.
"Agar dapat mendeteksi dini ada atau tidaknya potensi gangguan atau kelainan seksual, atau ada atau tidaknya potensi yang mengarah tindakan kekerasan seksual atau pencabulan," ujar dia.
Kamba menegaskan deteksi dini menjadi hal penting untuk dilakukan agar pada saat proses belajar-mengajar tidak terjadi kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Menurut dia, keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan atau TP2K yang telah terbentuk di setiap sekolah di Kota Yogyakarta juga harus dimaksimalkan peran dan fungsinya.
Dia mengatakan respons cepat atas aduan terkait adanya dugaan kekerasan seksual di lingkungan sekolah menjadi sebuah keharusan.
"Koordinasi dengan dinas terkait menjadi penting dilakukan jika ada informasi adanya dugaan kekerasan seksual di lingkungan sekolah," kata dia.
Menurut Kamba, Forpi Kota Yogyakarta mengapresiasi Polresta Yogyakarta atas penanganan kasus dugaan kekerasan seksual di salah satu SD swasta di Kota Yogyakarta.
"Dalam waktu kurang lebih sepekan, pihak kepolisian Polresta Yogyakarta berhasil menangkap terduga pelaku," kata dia.
Kepolisian Resor Kota Yogyakarta menangkap JL (24), seorang guru sekolah dasar (SD) swasta di Kota Yogyakarta yang merupakan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap sejumlah siswanya saat jam pelajaran sejak 1 Agustus hingga Oktober 2023.
Meski awalnya dilaporkan korban berjumlah 15 anak, namun berdasarkan pendalaman, yang memenuhi unsur sebagai korban pencabulan guru mata pelajaran konten kreator itu hanya lima anak berusia 11 sampai 12 tahun.
Polisi masih akan mendalami kemungkinan tersangka JL mengalami kelainan.