Kasus Pertamina, momentum perbaikan tata kelola energi nasional

id Kasus pertamina,korupsi pertamina,pertamax oplosan,blending,bbm oplosan,mafia migas Oleh Hanni Sofia

Kasus Pertamina, momentum perbaikan tata kelola energi nasional

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan kepada awak media terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Sabtu (1/3/2025). ANTARA/Aji Cakti

Jakarta (ANTARA) - Kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina dan pertamax oplosan dalam beberapa waktu terakhir sangat menyita perhatian publik. Bukan semata karena kekhawatiran terkait pertamax oplosan dan tanda tanya besar di kalangan masyarakat terkait jaminan keamanan BBM yang mereka beli.

Lebih dari itu, ada dugaan kerugian negara yang mencapai skala hampir Rp1.000 triliun alias 1 kuadriliun. Dan jika ini memang benar terbukti, hal itu berarti ini bukan sekadar tindak pidana biasa, tetapi sebuah kejahatan ekonomi yang berlangsung sistematis dan telah mengakar sejak era sebelum pemerintahan saat ini.

Namun, sayangnya dalam beberapa waktu terakhir terkesan ada kecenderungan tertentu dalam pemberitaan dan pembentukan opini publik yang justru seperti mengalihkan perhatian dari akar masalah sebenarnya.

Aktivis ‘98 ITB Khalid Zabidi juga menilai bahwa dugaan pengoplosan BBM bukanlah isu utama, melainkan bagian kecil dari praktik korupsi yang lebih besar. Ini adalah pernyataan yang patut direnungkan lebih dalam.

Dalam diskursus publik, sering kali muncul upaya untuk menggiring opini agar fokus pada aspek yang lebih kecil dan sensasional, sehingga substansi persoalan yang lebih besar terpinggirkan.

Khalid yang pernah menjabat sebagai komisaris salah satu anak perusahaan Pertamina itu melihat dari sudut pandang manajemen energi nasional, persoalan utama di Pertamina bukan hanya praktik pengoplosan BBM atau penyimpangan kecil dalam rantai distribusi, melainkan sistem pengawasan dan tata kelola yang harus segera diperbaiki karena ada mismanajemen yang sudah berlangsung selama beberapa dekade.

"Masyarakat luas jangan sampai teralihkan perhatiannya, isu pengoplosan BBM itu hanya bagian kecil dari praktek korupsi yang dilakukan oleh mafia BBM selama ini, kita tetap harus fokus isu korupsinya," katanya dalam sebuah kesempatan.

Potensi korupsi dalam tata kelola minyak mentah tidak hanya terjadi di hilir (seperti kasus dugaan BBM oplosan), tetapi ada kemungkinan yang jauh lebih sistemik di sektor hulu dan perdagangan internasional.

Modus operandi yang terungkap dalam kasus ini melibatkan permainan impor, pengaturan broker, dan manipulasi dalam rantai distribusi minyak yang nilainya jauh lebih besar daripada sekadar manipulasi jenis bahan bakar di tingkat SPBU.

Apa yang terjadi di Pertamina mencerminkan problem mendasar dalam pengelolaan BUMN strategis di Indonesia.

Sebagai perusahaan negara yang menguasai sumber daya energi nasional, Pertamina seharusnya menjadi ujung tombak ketahanan energi dan kesejahteraan rakyat.

Namun, dalam kenyataannya, korporasi ini kerap menjadi ladang rente bagi segelintir elite ekonomi dan politik.

Keterlibatan oknum pejabat dalam praktik korupsi menunjukkan bahwa ada mekanisme sistematis yang memungkinkan mafia migas beroperasi tanpa tersentuh selama bertahun-tahun. Ini adalah persoalan kelembagaan yang jauh lebih dalam dari sekadar skandal individu.

Dukungan terhadap langkah Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus ini tentu patut diapresiasi, tetapi semua juga harus memahami bahwa penegakan hukum semata tidak akan cukup.


Baca juga: BBM di SPBU terjamin kualitasnya! LEMIGAS pastikan sesuai standar

Baca juga: Polemik Blending vs Oplosan, penyederhanaan istilah yang menyesatkan publik