Kulon Progo (ANTARA) - Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Aris Syarifudin mendorong kajian akademik maupun hukum terhadap Perda Kawasan Tanpa Rokok mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan kreatif yang tetap etis, termasuk peluang kerja sama yang sah dan tidak melanggar prinsip kesehatan.
"Kami berharap agar kebijakan daerah, termasuk Perda KTR ini benar-benar mampu membawa kesejahteraan dan rasa keadilan bagi masyarakat. Tujuan akhir dari semua kebijakan kita adalah kemaslahatan. Perda ini harus menjadi bagian dari jalan menuju itu,” kata Aris di Kulon Progo, beberapa waktu lalu.
Ia menyampaikan bahwa setiap perda yang lahir ke depan harus melalui pertimbangan matang, tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta membuka peluang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kita sepakat, perda bukan hanya soal pelarangan, tapi juga harus membuka ruang bagi pertumbuhan. Jangan sampai malah membatasi potensi, apalagi membebani pertumbuhan ekonomi daerah. Kita ingin perda yang adil, masuk akal, dan bermanfaat bagi rakyat,” kata Aris.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pembahasan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kulon Progo Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
FGD ini menjadi forum strategis untuk menyerap masukan dari berbagai pihak dalam rangka menyempurnakan regulasi yang mengatur KTR di wilayah Kulon Progo.
Wakil Bupati Ambar Purwoko menekankan pentingnya FGD ini sebagai bagian dari ikhtiar bersama mewujudkan masyarakat yang sehat, produktif, dan berdaya saing.
“FGD ini bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan ruang bersama untuk mencari solusi yang tepat demi kemaslahatan masyarakat. Revisi Perda KTR diharapkan mampu menyesuaikan dengan dinamika kebijakan nasional serta kondisi aktual di lapangan,” ujar Ambar.
Lebih lanjut, ia mengajak semua pihak untuk tidak hanya melihat regulasi sebagai larangan, tetapi juga sebagai peluang membangun kehidupan yang lebih sehat dan tertib. "Yang penting itu bukan hanya membuat aturan, tapi bagaimana aturan itu memberi manfaat dan tidak membebani masyarakat," ujarnya.
Terkait revisi Perda KTR, ia berharap ada pendekatan yang bijak antara kepentingan kesehatan dan peluang usaha. “Kita perlu duduk bersama, mengkaji manfaat dan mudaratnya. Jangan sampai niat baik kita untuk melindungi kesehatan justru mematikan potensi lokal atau memberatkan pelaku usaha,” tambahnya.
Ambar menegaskan bahwa pemerintah selalu terbuka terhadap masukan dan siap mengevaluasi demi kemaslahatan masyarakat.
FGD ini pun secara resmi dibuka dan diharapkan dapat menjadi titik tolak penyusunan regulasi yang lebih adaptif, adil, dan bermanfaat bagi masyarakat Kulon Progo.
“Kalau kita mengikuti aturan, niat baik, dan menjaga kebersamaan, semua akan berjalan dengan aman dan benar,” katanya.
